- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Melakukan coaching dengan karyawan, beda dengan profesional coaching. Meskipun banyak prinsip profesional coaching yang bisa diterapkan dan dilakukan saat melakukan coaching karyawan, faktanya banyak pimpinan yang setelah belajar profesional coaching, tetap merasa kesulitan melakukan coaching karyawan.
Mengapa kami tahu? Karena itulah, yang muncul dari keluhan-keluhan dari para pimpinan yang belajar prinsip profesional coaching, namun merasa tetap punya kesulitan. Sebagai contoh, salah satu senior manager dari perusahaan logistik terkemuka di dunia, berlokasi selatan Jakarta cerita ia sampai ikut kelas executive coaching yang diselenggarakan lembaga terkemuka di US. Faktanya, ketika kembali ke tanah air, banyak prosesnya yang harus dia sesuaikan lagi dengan konteks perusahaannya.
Bukan hanya si senior manager ini. Kerapkali, tantangan bagi coaching di perusahaan adalah yang tercermin dari komentar seperti ini:
“Gimana ya lakukan coaching dengan efektif. Kalau yang profesional kan waktunya bisa panjang. Tapi, kan kalau dengan karyawan, waktunya sangat terbatas dan tidak bisa berlama-lama”
“Katanya coach nggak boleh kasih solusi dan jawaban. Lha kalau karyawannya nggak punya solusi dan berharap kita yang kasih tau, terus bagaimana ya?”
“Selain di kantor, saya juga jadi coach diluar. Ada jawaban tertentu dari coachee yang kalau saya jadi profesional coach, akan saya setujui dan terima karna itu idenya coachee. Tapi, kalau di perusahaan, itu perlu dicegah karna dia top performer. Misalkan dia merasa jalan keluarnya adalah resign. Gimana ya. Saya kok seperti coach bermuka dua?”
Begitulah. Faktanya, coaching karyawan bisa menjadi sesuatu yang sangat menantang. Mengapa demikian? Ini sebenarnya terkait lagi dengan kultur organisasi, khususnya di Indonesia. Biasanya, jika pimpinan bertemu dengan bawahan, apapun konteksnya, termasuk coaching, maka si karyawan sudah merasa kalah set duluan. Akibatnya, si karyawan merasa lebih baik pasif, diam dan mendengarkan arahan dari atasan, saat coaching. Tak heran, jika sesi coaching yang diharapkan, tak ada bedanya dengan briefing.
Bagaimanapun, coaching itu sangat krusial. John Maxwell, salah satu guru kepemimpinan pernah mengatakan, “Salah satu esensi terpenting dalam kepemimpinan adalah mampu melakukan coaching”. Coaching, terkait dengan pengembangan anak buah.
Banyak organisasi yang mandek, gara-gara coachingnya tidak jalan. Alias, tidak ada prosss coaching sama sekali. Dampak yang terjadi saat tidak adanya coaching adalah:
1. Terjadi pembiaran. Misalkan saat target tak tercapai atau masalah terjadi, tidak ada pembicaraan khusus untuk membereskan situasi tersebut.
2. Yang bagus ataupun yang bermasalah, tidak pernah diajak bicara. Akibatnya yang bagus, merasa demotivasi. Sementara yang bermasalah pun jadi semakin berulah. Hal ini karena tidak ada pembicaraan dengan mereka.
3. Merasa tidak dianggap. Dampak emosional dari coaching adalah karyawan merasa dianggap dan diperhatikan. Kami teringat kejadian di Makassar dimana seorang kepala cabang yang begitu tersentuh saat ikut program coaching karena mengatakan, “Untuk pertama kalinya setelah puluhan tahun kami disentuh, dan diajak bicara melalui program coaching ini” Bayangkan?
Nah, itulah sebabnya untuk menjadi coach yang baik, pimpinan perusahaan pun perlu memiliki dasar-dasar coaching yang baik.
Setelah bertahun-tahun memodifikasi dan mengembangkan program coaching, dengan terinspirasi lembaga dimana kebanyakan para trainer serta coach lembaga kami terafiliasi misalkan ICF (International Coaching Federation)], akhirnya, ada 3 pemahaman yang penting bagi terjadinya employee coaching secara efektif.
1. Pengetahuan tentang kepribadian dan karakternya coachee (Understanding People).
Mengapa penting? Dengan memahami siapakah dan bagaimanakah kepribadian serta karakternya coachee, maka seorang coach bisa menyesuaikan. Misalkan bagaimana harus berbicara dengan si coachee. Lalu, bagaimana kepribadian coachee berpengaruh terhadap masalah yang dialami. Ataupun, berpengaruh terhadap kesuksesan dan pengembangan potensinya. Disinilah berbagai ilmu psikologi terkait karakter dan kepribadian seperti MBTI, DISC, 16PF, Enneagram, dll bisa menjadi hal yang sangat membantu.
2. Pengetahuan tentang aspek pekerjaanmya coachee (Understanding Job).
Mengapa penting? Dengan memahami bagaimana situasi dan pekerjaan saat ini, coach bisa memahami apa yang berkontribusi terhadap problem ataupun kesuksesan di pekerjaan saat ini. Terkadang, karena sifat pekerjaannya yang unik, maka coach juga perlu memahaminya untuk membantu coachee menemukan solusi yang paling masuk akal buatnya. Disinilah berbagai ilmu terkait problem solving, ataupun pengetahuan soal situasi pekerjaan misalkan Performance Job Analysis yang dikembangkan oleh Peter Pike dan Robert Mager, bisa menjadi alat bantu yang sangat menolong.
3. Pengetahuan tentang proses melakukan coaching (Undertanding Process). Mengapa penting? Dengan memahami proses coaching yang baik, seorang coach bisa menjadi partner perjalanan yang mampu menuntun coachee ke solusi yang tepat. Masalahnya, seringkali coach menjadi tak terkendali dan lepas kontrol sehingga menjadi proses obrolan yang tak membangun potensi dan kurang bermanfaat. Untuk yang satu ini, seorang coach perlu untuk memahami berbagai proses coaching yang baik. Misalkan saja proses GROW model, COACH model, OSKAR model, CLEAR.model, BRIDGE model, dll.
Itulah sebabbya, di lembaga kami di HR Excellency, setelah berproses selama belasan tahun, kamipun mengembangkan workshop Coaching for Leaders yang sasarannya adalah mengajarkan ketiga aspek di atas. Untuk understanding people, konsep kepribadian yang diajarkan menggunakan pendekatan MBTI. Sementara untuk understanding job menggunakan pendekatan Performance Problem Analysis (PPA) dari Peter Pike dan Robert Mager. Sementara untuk understanding process, kami menggunakan pendekatan Excellency Interaction Management System (EIMS) yang dikaitkan dengan GROW model. Yang terakhir ini kami menyebutnya sebagai GROW PLUS model.
So far, dengan menggunakan ketiga pendekatan ini, peserta yang rata-rata adalah para leader yang sibuk dengan waktunya terbatas serta bukan coach profesional yang jam terbangnya tinggi, sangat terbantu dengan metodologi yang dipakai.
Intinya, dari pengalaman kami, memang logika coaching profesional, tidak serta merta diaplikasikan begitu saja saat coaching. Jadi perlu penyesuaian. Waktu yang terbatas, harus efektif dalam jimunlah sesi pertemuan yang sdikit serta dinamika hubungan atasan bawahan, itulah yang membuat sesi caoching buat karyawan (employee coaching) menjadi menantang dan menarik. Problemnya, tidak semua coach profesional memahami dinamika ini.
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |