
- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Carol Dweck adalah seorang professor psikologi dari Stanford University yang banyak melakukan riset dan penelitian tentang perilaku orang menghadapi tantangan. Ia melakukan riset dengan orang-orang yang gagal serta mereka-mereka yang sukses. Mulai dari atlit, pebisnis, orang tua sampai siswa.
Beberapa eksperimen yang dilakukan misalnya: ada sekelompok anak kecil dari IQ yang berbeda, dan mereka diberi puzzle yang semakin lama semakin sulit. Sampai pada titik di atas batas kemampuan mereka. Ternyata ada yang begitu tidak bisa, langsung menyerah dan tidak mau melakukan lagi. Ada anak yang malahan semakin bersemangat dan mencoba terus walaupun tidak bisa. Bahkan, anak-anak ini menerima tantangan dengan berseru, “Aku suka tantangan!”. Setelah sekian lama, ternyata anak yang suka tantangan itu lebih lama menyerahnya. Dan, kelak hidup mereka juga lebih sukses.
Dilain percobaan, Carol mencari anak berusia 4 tahun. Mereka lantas disuruh pilih mana yang mau mereka kerjakan: puzzle yang telah mampu mereka kerjakan dengan bagus ataukah memilih puzzle yang lebih sulit. Ternyata, ada anak-anak yang cerdas tetapi tidak mau memilih puzzle yang lebih sulit. Mereka sudah puas dan takut dengan tantangan. Tapi ada pula anak-anak yang mau mencoba puzzle yang lebih sulit. Dan akhirnya anak-anak yang mau mencoba puzzle yang lebih sulit, ternyata lebih positif saat dapat nilai jelek, saat bergaul, mereka juga lebih disukai.
Disinilah, Carol membagi dua tipe orang berdasarkan mindsetnya, yakni fixed mindset (pola pikir tetap) dan growth mindset (pola pikir berkembang). Menurutnya, Fixed Mindset adalah pola pikir yang mengatakan bahwa segala sesuatu itu sudah pasti, dan tidak bisa lagi diubah. Misalkan: jika kamu memang IQnya rendah, ya terima nasibmu. Dan kalau kamu gagal, itu karena kamu tidak mampu dan tak berbakat. Inti pola pikir fixed mindset mengatakan kalau kamu tidak berbakat walaupun berusaha bagimanapun akan sama saja tetap tidak bisa, jadi setiap usaha hanyalah kesia-siaan.
Sementara itu, growth mindset percaya bahwa memang ada bawaan dari alam tapi, meskipun demikian segalanya masih bisa berkembang dan berubah. Artinya, kalau kamu gagal, hal itu tidak terlalu fatal, masih ada peluang dan kesempatan berikutnya. Growth mindset percaya bahwa otak kita akan berkembang terus, terutama sangat suka belajar dan menjadi lebih baik dengan berjalannya waktu.
Nah, selama ini keyakinan tentang kemampuan Anda termasuk yang mana?
Kedua Mindset Dalam Prakteknya
Mari kita lihat penerapan kedua mindset itu dalam berbagai situasi, khususnya dalam situasi yang sulit. Sebagai contoh, tatkala dalam situasi seperti: Anda nggak dipromosikan, Anda dapat penilaian prestasi yang buruk, atau hasil sales Anda tdk mencapai target, ataupun presentasi Anda ditolak, dimarahi bos, ditolak oleh orang yang kamu naksir. Nah, dalam situasi itu, tatkala Anda ditanya, apakah jawabanmu?
Seorang yang punya fixed mindset cenderung akan berkata begini, “Hidupku emang selalu begitu!”, “Aku memang selalu sial”, “Aku IQ-nya kurang”, “Saya emang nggak berbakat”, “Bos nggak suka sama aku sih”, “Hidup ini emang nggak adil”, “Aku sudah kerja keras tapi keadaan atau produknya memang jelek”, “Orang lain kebetulan areanya lebih bagus”, dan masih banyak lagi.
Sementara itu, seorang dengan growth mindset akan berkata, “Wah aku mesti kerja lebih keras nih”, “Ini sebuah tantangan!”, “Lain kali kalau presentasi harus lebih persiapan”, “Bos mungkin sedang mengujiku, ya aku mengalah dulu, lain kali lebih aku harus belajar dan tunjukkan diri agar layak dipromosikan!”.
Begitulah, bisakah Anda melihat perbedaan kedua mindset itu sekarang?
Dalam realitasnya, peran kedua mindset ini sangatlah penting. Kalau Anda seoarang atasan maka hal ini akan mempengaruhi caramu dalam membimbing anak buahmu. Kalau Anda seorang tua dari anak-anak yang sedang bersekolah, itupun Anda mempengaruhi caramu mengajar mereka. Begitu pula, hal ini akan sangat penting bagi kesuksesan karirmu maupun bisnismu. Tidak percaya? Mari kita lihat beberapa contoh.
Salah satu tokoh yang menarik adalah Lee Iacocca. Ia sempat dipecat dan berseteru dengan bossnya yakni Henry Ford II yang arogan. Ia pun keluar dan berjanji membalas dendam untuk lebih sukses dari bisnis mantan bossnya itu. Akhirnya ia bergabung di Chrysler dan sukses. Namun sayangnya, ia tidak belajar dari sejarah. Ia sendiri jadi arogan dan mulai mengadopsi fixed mindset. Saat mobil dari Jepang menyerbu pasar Amerika, daripada memperbaiki kualitas mobilnya, justru ia menyalahkan sistem ekonomi Amerika yang tidak melindungi pasar dalam negeri. Akhirnya, ia pun terlempar dari arena bisnis dengan kenangan yang buruk.
Hal ini berbeda sekali dengan Jack Welch. Bisnis General Electric tatkala ia masuk, tidaklah terlalu buruk. Namun, ia menjadi role model untuk belajar dan bertumbuh. Ia mengajak orang untuk berkembang. Ia tidak arogan dan menjadi sulit didekati seperti Lee Iacoca. Ia merakyat. Bisnisnyapun bertumbuh berkali-kali lipat pada masanya. Ia meraih gelar the best CEO pada masanya.
Dalam dunia olah ragapun, atlit mengenal fixed mindset dan growth mindset. Contoh fixed mindset yang buruk adalah John McEnroe, salah seorang petenis ternama. Ia gampang marah, dididik untuk sempurna. Perjalanan karirnya pun tidak lama. Beda dengan perjalanan karirnya Michael Jordan. Sejak kecil, ia belajar bagaimana ia dihina dan dikesampingkan. Tapi Michael Jordan telah belajar bahwa selalu ada kesempatan kalau berusaha, dan akhirnya ia membuat rekor luarbiasa di NBA.
Bagaimanakah Melatih Growth Mindset Kita?
Pertama-tama, Carol Dewck memperkenalkan istilah “The Power of YET” (Kekuatan Nyaris). Menurutnya, ada sebuah sekolah dimana siswa tatkala tidak berhasil nilainya, tidak dilabel “tidak lulus” tapi “nyaris lulus”. Kalau Anda jadi orang tua bagaimana perasaanmu? Bagaimana perasaan siswa yang dinilai demikian? Pastinya, Anda mau belajar lebih giat lagi. So, lain kali ketika Anda gagal dalam sesuatu, usahakan tidak mengatakan, “Saya gagal” tetapi, “Saya nyaris berhasil”.
Kedua, akuilah bahwa terkadang kita menggunakan bahasa-bahasa yang berbau fixed mindset saat kita menghadapi masalah atau kegagalan. Baik ketika yang salah itu adalah diri kita ataupun bawahan, maupun anak kita sendiri. Nah, kalau Anda mulai merasa menggunakan gaya bahasa fixed mindset, cobalah jewer atau cubit diri Anda sendiri dan bilanglah “Stop! Kondisinya nggak sefatal itu. Masih ada kesempatan”. Yang penting, selalu ingatkan diri Anda bahwa dengan menggunakan fixed mindset yakni menyalahkan situasi, menyalahkan orang lain ataupun mengganggapp kondisi sudah fatal, tidak akan memperbaiki kedaan. Pikirkanlah langkah selanjutnya yang masih bisa Anda lakukan.
Dan hal terakhir adalah bayangkanlah orang-orang dengan growth mindset yang luar biasa yang Anda kenal ataupun Anda baca. Kalau mereka berada dalam situasi ataupun masalah yang Anda hadapi saat ini, kira-kira apa yang akan mereka katakan? Imajinasi ini bisa membantu Anda untuk mulai menjadi pribadi yang growth mindset! Nah, mulai sekarang ayo kembangkan growth mindset dalam diri Anda dan saat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan!
Anthony Dio Martin, Master Trainer EQ di Indonesia, pembicara, ahli psikologi, penulis buku-buku best seller, host program motivasional di salah satu jaringan radio terkemuka di Indonesia. Website: www.anthonydiomartin.com dan facebook: anthonydiomartoinofficial, IG: anthonydiomartin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |