
- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Past experience predicts future trends. Pengalaman masa lalu sering kali menjadi panduan untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Bagaimana pelatihan di Indonesia akan berkembang? Apa saja yang menjadi kebutuhan karyawan dan perusahaan untuk menghadapi tantangan zaman?
Tahun 2025 diperkirakan membawa sejumlah transformasi dalam dunia pelatihan. Tren global seperti kecerdasan buatan (AI), hybrid learning, dan pembelajaran berbasis data mulai memengaruhi dunia training di Indonesia. Namun, tidak semua tren global dapat langsung diadopsi di sini. Indonesia memiliki pace tersendiri, yang dipengaruhi oleh kondisi sosiodemografis, geografis, dan kesiapan teknologi.
Perubahan di tingkat nasional, seperti pemerintahan baru yang berpotensi membawa kebijakan baru di sektor ketenagakerjaan dan pendidikan, juga akan memengaruhi arah pelatihan. Selain itu, generasi milenial dan Gen Z kini mulai mendominasi dunia kerja. Mereka membawa kebutuhan baru yang lebih digital, fleksibel, dan fokus pada kesejahteraan mental. Situasi global seperti percepatan teknologi dan perubahan ekonomi turut memengaruhi, menjadikan pelatihan sebagai salah satu prioritas strategis organisasi.
Berdasarkan survei dan wawancara yang dilakukan oleh tim HR Excellency dan MWS Indonesia bersama komunitas trainer COMET (Community of MWS Excellent Trainers), berikut adalah sepuluh tren utama learning dan training di Indonesia pada tahun 2025.
1. AI dan Teknologi Pembelajaran Berbasis Data
Kecerdasan buatan (AI) menjadi pengubah permainan terbesar dalam dunia pelatihan. AI membantu perusahaan menganalisis kebutuhan pelatihan, membuat modul yang dipersonalisasi, dan memberikan umpan balik otomatis melalui Learning Management System (LMS). Dengan AI, perusahaan seperti Gojek dapat memetakan kesenjangan keterampilan karyawan secara presisi dan memberikan solusi yang relevan.
Namun, penerapan AI di Indonesia menghadapi tantangan, seperti kurangnya infrastruktur teknologi, biaya implementasi yang tinggi, serta rendahnya literasi digital di sebagian kalangan. Meskipun begitu, potensi AI untuk meningkatkan efisiensi pelatihan tetap sangat besar.
2. Microlearning
Microlearning menawarkan solusi pembelajaran dengan modul kecil yang langsung ke inti, seperti video pendek atau kuis interaktif. Format ini sangat cocok untuk karyawan yang sibuk dan membutuhkan fleksibilitas belajar kapan saja.
Tantangannya terletak pada memastikan materi tetap padat dan fokus tanpa kehilangan esensi. Selain itu, integrasi microlearning ke dalam sistem pelatihan tradisional juga memerlukan penyesuaian yang signifikan.
3. Hybrid Learning
Hybrid learning, kombinasi daring dan tatap muka, tetap relevan di Indonesia. Model ini memungkinkan efisiensi biaya perjalanan dan fleksibilitas dalam pembelajaran. Tatap muka tetap digunakan untuk praktik langsung, sementara daring untuk pengenalan materi.
Namun, kendala seperti koneksi internet yang tidak merata dan koordinasi antara metode daring dan tatap muka menjadi tantangan yang harus diatasi.
4. Self-Learning melalui Learning Experience Platform (LXP)
Self-learning kini didukung oleh platform seperti LXP, yang memungkinkan karyawan memilih materi sesuai kebutuhan dan minat mereka. LXP menggabungkan pembelajaran mandiri dengan fitur personalisasi dan pengalaman berbasis teknologi.
Tantangannya adalah memastikan karyawan tetap termotivasi untuk belajar secara mandiri dan memberikan investasi awal yang cukup besar dalam membangun platform yang kompatibel.
5. Employee-Generated Content
Organisasi semakin melibatkan karyawan dalam menciptakan konten pelatihan. Dengan berbagi pengalaman dan keahlian, karyawan menjadi kontributor aktif, menciptakan materi yang lebih relevan dan aplikatif.
Namun, menjaga kualitas dan konsistensi konten buatan karyawan serta mendorong budaya berbagi ilmu menjadi tantangan yang perlu diperhatikan.
6. Soft Skills dan Mental Health
Fokus pada soft skills seperti self-management, ketahanan mental, dan emotional intelligence semakin meningkat. Generasi milenial dan Gen Z, yang rentan terhadap tekanan kerja, membutuhkan pelatihan yang membantu mereka mengelola stres dan membangun keseimbangan emosional.
Namun, stigma terhadap isu kesehatan mental dan masih terbatasnya trainer yang kompeten dalam pelatihan soft skills berbasis ilmu psikologi menjadi kendala yang harus dihadapi. Khsususnya jika kita bandingkan dengan jumlah populasi karyawan di Indonesia yang begitu besar jumlahnya. Belum lagi ditambah isu mereka yang begitu beragam.
7. Variasi Metode Pembelajaran
Metode tradisional seperti ceramah mulai ditinggalkan. Audince di Indonesia makin membutuhkan approach yang fun, kreatif, dan menarik dalam pembelajarannya. Paduan materi dan metode menjadi sangat penting. Itulah sebabnya, variasi seperti role play, simulasi tematik, kreativitas metode semisal Lego, gamifikasi, dan board game menjadi pilihan populer karena membuat pembelajaran lebih interaktif dan menyenangkan.
Namun, itu tidaklah gampang. Pertama soal kreativitas. Selain itu, metode kreatif sering kali memerlukan biaya lebih tinggi dan harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik materi pelatihan. Sehingga, tidak semuanya cocok dengan pendekatan kreatif yang ada.
8. Standarisasi dan Kreativitas Materi
Sertifikasi BNSP tetap menjadi standar pelatihan di Indonesia. Ini menjadi bagian dari ketetapan pemerintah, yang suka tidak suka, harus diikuti aturan mainnya. Tapi, kita yang di lingkungan praktisi tahu, standard dari BNSP saja tidaklah cukup. Perusahaan kini punya tuntutan yang jauh dari itu. Trainer harus mampu menyeimbangkan standarisasi dengan kreativitas agar pelatihan menjadi lebih relevan dan menarik.
Kesulitan terbesarnya adalah menjaga keseimbangan antara kepatuhan terhadap standar dan inovasi dalam desain materi pelatihan.
9. Social Media Learning Platform
Media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube kini menjadi platform pembelajaran yang efektif. Format ini cocok untuk generasi muda karena gaya santainya yang mudah dipahami. Selain itu, singkat dan terasa tidak monoton.
Tentu saja ini tidak gampang. Saat ini kita diterpa isu soal “brain rot”, yakni kebiasaan menjelajah sosial media tanpa arah yang akhirnya membuat otak jadi lemot dan nggak produktif. Tantangannya adalah mengubah persepsi bahwa media sosial hanya untuk hiburan, counter-productive serta memastikan konten pembelajaran menarik namun informatif.
10. Social Responsibility Program
Pelatihan kini tidak hanya fokus pada keterampilan teknis, tetapi juga kesejahteraan karyawan secara holistik. Tren ini mulai muncul beberapa tahun terakhir ini di Indonesia. Program seperti refreshment, perencanaan pensiun, dan parenting, yang tampaknya tak langsung terkait dengan isu pekerjaan, ternyata menjadi semakin populer.
Namun, tidak semua perusahaan mau mengalokasikan anggaran untuk program ini, sehingga pelatih perlu kreatif dalam membuktikan nilai tambah dari pelatihan ini.
Survei dan wawancara tim HR Excellency dan MWS Indonesia menunjukkan bahwa masa depan pelatihan di Indonesia adalah tentang keseimbangan: antara teknologi dan humanisasi, antara standar dan kreativitas. Dengan memahami dan mengadopsi tren ini, perusahaan dapat membangun ekosistem belajar yang relevan dan berkelanjutan.
Mari kita tutup dengan sebuah refleksi penting bahwa pelatihan yang baik tidak hanya soal menutup gap kompetensi. Tapi, juga soal menciptakan budaya belajar yang adaptif dan bermakna bagi semua pihak.
P.S.
Oya, mau tahu lebih banyak soal 10 trend ini?
Pingin tahu TIPS buat perusahaan, trainer, praktisi pelatihan dari tren ini?
Jika IYA dan tertarik baca lebih jauh. Anda dapat membacanya di dalam E-BOOK TREND LEARNING & TRAINING INDONESIA 2025 yang terlampir yang bisa Anda download ini. KLIK DISINI!
Salam Antusias!
-Anthony Dio Martin-
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |