
- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Mengajar dalam lingkungan internasional selalu menjadi pengalaman yang menarik dan menantang. Saat memberikan workshop Problem Solving & Decision Making di Vallianz Singapore, saya menyadari bahwa kunci utama sukses dalam pelatihan lintas budaya bukan hanya pada isi materi, tetapi juga bagaimana menyampaikannya sesuai dengan audiens.
Singapura adalah negara dengan keberagaman tinggi, dan dalam kelas saya ada peserta dari berbagai latar belakang. Dalam situasi seperti ini, seorang trainer tidak bisa hanya mengandalkan keterampilan berbicara, tetapi harus memahami bagaimana membangun koneksi dengan peserta yang memiliki budaya dan kebiasaan yang berbeda.
Dari pengalaman ini, ada lima prinsip utama dalam Cross-Cultural Training yang bisa membuat sesi pelatihan lebih efektif.
1. Pahami Bahasa: Kunci Utama Komunikasi
Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga jembatan pemahaman.
Banyak trainer berpikir bahwa selama mereka berbicara dalam bahasa Inggris, peserta pasti akan mengerti. Padahal, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari sering kali berbeda dengan bahasa formal.
Di Singapura, misalnya, peserta lebih nyaman dengan gaya komunikasi yang lugas dan langsung ke poin. Jika terlalu banyak istilah teknis yang sulit dipahami, audiens bisa kehilangan minat.
2. Pahami Budaya: Setiap Negara Punya Keunikannya Sendiri
Setiap negara memiliki kebiasaan, etos kerja, dan isu utama yang berbeda. Sebagai trainer, kita tidak bisa menggunakan contoh yang terlalu lokal jika ingin terhubung dengan audiens internasional.
Di Singapura, misalnya, budaya kerja sangat efisien dan berbasis data. Peserta menghargai pelatihan yang memiliki pendekatan analitis, berbasis riset, dan langsung aplikatif.
Jika kita bisa memasukkan contoh yang relevan dengan dunia mereka, sesi pelatihan akan terasa lebih menarik dan bermakna.
3. Pahami Level Pengetahuan Peserta: Jangan Terlalu Umum, Jangan Terlalu Sulit
Pelatihan lintas budaya menghadirkan tantangan dalam menentukan tingkat kedalaman materi. Jika terlalu dasar, peserta yang sudah berpengalaman akan merasa bosan. Jika terlalu sulit, mereka bisa merasa kewalahan.
Solusinya? “Cek ombak” terlebih dahulu. Bertanya apakah mereka sudah familiar dengan konsep yang akan dibahas. Dengan begitu, kita bisa menyesuaikan pendekatan agar lebih efektif.
4. Pahami Kebutuhan Peserta: Apa yang Mereka Butuhkan?
Setiap audiens memiliki tantangan dan kebutuhan yang berbeda. Trainer yang baik harus bisa menyesuaikan materi berdasarkan isu yang sedang dihadapi peserta.
Di Singapura, misalnya, banyak peserta yang ingin meningkatkan keterampilan analitis dalam pengambilan keputusan. Maka, pendekatan yang lebih berbasis data akan lebih efektif dibandingkan hanya teori umum.
5. Libatkan Peserta: Buat Sesi Menjadi Interaktif
Di lingkungan dengan peserta yang memiliki pendidikan tinggi, trainer yang “sok tahu” tidak akan efektif.
Di Singapura, peserta cenderung memiliki wawasan luas dan suka berdiskusi. Jika pelatihan hanya diisi dengan ceramah tanpa interaksi, sesi akan terasa kaku.
Maka, penting untuk memberikan ruang bagi peserta untuk berbagi wawasan mereka sendiri. Ketika mereka merasa didengar dan dihargai, sesi pelatihan akan menjadi lebih hidup dan bermakna.
Jadi, melatih audiens lintas budaya bukan hanya soal berbicara di depan kelas, tetapi juga bagaimana kita memahami cara berpikir, kebiasaan, dan kebutuhan mereka.
Trainer yang efektif bukan hanya mereka yang menguasai materi, tetapi juga mereka yang bisa beradaptasi dengan audiens yang berbeda.
Terima kasih kepada peserta di Vallianz Singapore yang telah berbagi pengalaman dan perspektif. Dari kalian, saya belajar bahwa setiap sesi pelatihan bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga tentang memahami dan tumbuh bersama.
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |