- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
“Bingung deh, mau pakai internal konsultan atau eksternal ya?”
“Apa sih untung ruginya menggunakan jasa internal konsultan atau eksternal konsultan?
“Terus, apa pertimbangannya, kalau mau pakai internal atau eksternal konsultan?”
Pertanyaan di atas itulah yang menjadi dasar artikel kita kali ini. Memang, sekarang ini sudah menjadi kebiasaan organisasi pada saat ketika mereka menghadapi kesulitan, mereka konsultasi dengan pihak eksternal konsultan. Dan tampaknya, di era sekarang ini yang namanya eksternal konsultan sudah sering kali dipakai oleh organisasi untuk memperbaiki atau menciptakan sistem baru, yang tidak mampu dikerjakan secara internal. Lagipula, banyak pula yang bangga ketika sistemnya diciptakan oleh eksternal konsultan.
“Eh, sistem ini yang bikin konsultan multinasional XYZ, lho!”
Pertanyaannya, apakah selalu bahwa pakai eksternal konsultan pasti jauh lebih bagus daripada internal konsultan?
Nah, sebelum kita bicara lebih jauh soal pakai eksternal atau internal konsultan. Yuk, mari kita bedah dulu apa keuntungan dan kerugian dari internal dan eksternal konsultan ini.
Sebelumnya, mari kita samakan persepsi dulu. Yang dimaksud internal konsultan disini, biasanya adalah orang-orang di dalam internal yang memiliki pengetahuan, bisa saja tim manajemen atau yang memiliki pemahaman komprehensif tentang organisasi. Karna pemahaman mereka itulah, mereka dianggap menjadi tempat yang bisa ditanya dan dimintai bantuan. Mereka diharap bisa memperbaiki atau menciptakan sistem yang baru karena merupakan sumber daya internal. Tentu saja, internal konsultan ini lebih ‘familiar’ dengan apa yang terjadi dalam organisasi, dibandingkan konsultan eksternal. Sementara, konsultan eksternal adalah konsultan profesional dari luar yang memang dipanggil untuk membantu memperbaiki atau menciptakan sistem di dalam organisasi.
Pro dan Cons-nya
Sebenarnya, apa sih kelebihan dan kekurangan antara konsultan eksternal dan konsultan internal?
Mari kita mulai dengan membahas soal eksternal konsultan dulu. Pertama-tama, konsultan eksternal sebagai pihak luar, karena profesionalisme mereka, umumnya perspektif mereka lebih luas. Lagipula, mereka lebih banyak pengetahuan. Ya jelas dong! Kan mereka sudah punya banyak pengalaman melayani klien yang beda-beda. Makanya, wawasan mereka juga lebih kaya.
Selain itu, eksternal konsultan sebagai pihak luar biasanya juga akan lebih objektif untuk menilai dan menunjukkan kekurangan organisasi. Kalau internal, biasanya akan lebih sungkan. Kenapa eksternal konsultan bisa lebih objektif? Karena sebagai pihak luar, mereka bisa lebih netral. Sebagai pihak luar, mereka pun umumnya tidak ‘bermain’ dalam peta perpolitikan kantor, jadinya bisa lebih bebas menyarankan apa saja yang memang dibutuhkan oleh organisasi, tanpa kuatir dengan penilaian dari manajemen.
Namun, ada juga sih pengalaman ketika eksternal konsultan justru tidak netral. Mereka justru dipakai sebagai pembenaran, atas apa yang dilakukan top manajemen. Lantas, mereka pun terlalu berpihak pada top manajamen. Akibatnya, kehadiran ekternal konsultan ini, justru dibenci karyawan! Tapi, kasus seperti ini tentunya tidak banyak. Dan umumnya, konsultan qualified yang profesional, tidak akan membiarkan dirinya menjadi ‘alatnya’ manajemen.
Bisa juga, organisasi perlu keluar dari perangkap paradigma, atau pola pikir lamanya. Futurolog Arthur George Baker menyebut ini sebagai ‘paradigm paralysis’ atau kelumpuhan paradigma. Apakah itu? Yakni, organisasi seringkali terjebak di dalam kebiasaannya sehingga tidak mampu keluar dari sudut pandang yang membelenggu mereka. Nah, hadirnya konsultan luar kadang bisa menujukkan ‘daerah buta’nya organisasi. Juga, membantu organisasi keluar dari ‘zona nyaman’ mereka.
Tapi sebaliknya, menggunakan pihak konsultan luar bukannya tanpa masalah. Pertama-tama, sebagai pihak luar mereka pasti butuh waktu untuk memahami organisasi kita, sehingga tidak bisa bergerak cepat. Mereka butuh belajar, bertanya, diskusi dulu, kadang inilah yang akan makan waktu. Tapi, umumnya, setelah punya pemahaman mendalam, justru karna bisa fokus, kerjaan eksternal konsultan bisa jauh lebih cepat!
Apa problem dengan konsultan eksternal? Memang, sih kalau implementasinya lancar, dan mendapat dukungan, maka eksternal konsultan bisa bekerja cepat. Tapi, itu kalau jalannya mulus lho ya. Karena bisa terjadi juga, memakai konsultan eksternal, justru jadi lama. Kok bisa? Problemnya terletak pada siapa yang menjadi partnernya konsultan eksternal di dalam organisasi. Jika ternyata partner internalnya itu punya musuh, maka bisa saja muncul kemungkinan adanya sabotase atas kerjaannya konsultan ini. Akibatnya, justru solusi atau ‘obat’ yang diberikan konsultan, malah jadi tak ada faedahnya gara-gara justru diboikot, atau dihalangi oleh musuh internal organisasi. Nah, inilah yang kadang membuat eksternal konsultan jadi serba salah. Itulah sebabnya, dibutuhkan level kecerdasan emosional (EQ) sang konsultan eksternal yang tinggi, buat bisa mengelola dua pihak yang bertikai!
Problem umum yang sering terjadi juga dengan konsultan luar adalah kebiasaan konsultan untuk menggunakan teknik ‘copy paste’ saat kasih solusi. Artinya, terkadang buat gampangnya, konsultan eksternal hanya menggunakan solusi dari organisasi lain. Lantas, mereka langsung memaksa untuk menerapkannya di organisasi yang kini mereka bantu. Padahal, jelas-jelas industri dan kulturnyanya beda.
Terus, bagaimana dengan Internal konsultan?
Yang jelas, internal konsultan memiliki keunggulan terutama karena mereka sudah memahami kultur di dalam, sehingga lebih mudah untuk menerapkannya. Selain itu, sebagai internal konsultan, mereka lebih tahu seluk beluk, persoalan utama di dalam organisasi dan bisa mengetahui akar masalahnya. Mereka tak butuh waktu banyak buat bertanya-tanya, dan menggali lagi.
Cuma, apa masalahnya dengan internal konsultan? Problemnya, karena pakai sumber daya internal, pengetahuan mereka bisa jadi amat terbatas. Akibatnya, mereka tak bisa memberi solusi baru. Selain itu, internal konsultan kadang-kadang terjebak di dalam peta perpolitikan kantor. Misalkan saja, jika internal konsultan memberikan suatu solusi, tapi solusi itu tak disetujui oleh manajemen, maka solusi itu bisa jadi diabaikan.
Itulah sebabnya, jika memilih internal konsultan, sebaiknya mereka adalah yang dipercaya reputasinya. Makanya, salah satu yang sering dianggap cocok buat posisi konsultan internal, selain senior management, tentunya adalah pihak lain yang dianggap netral dan reputasinya bisa diterima, misalkan saja, pihak HRD.
Diagram berikut ini bisa jadi penuntun kapan memilih eksternal konsultan atau internal konsultan:
Aturan umumnya, internal konsultan bisa dipakai jika di internal organisasi ada orang dengan ekspertis yang sesuai dengan yang diperlukan. Selain itu internal konsultan bisa dipakai, jika internal konsultan tersebut memang bisa netral dan dapat diterima berbagai pihak di dalam organisasi. Selain itu, internal konsultan dipakai pada saat ada masalah organisasi yang sifatnya amat sensitif, dan tidak bisa menggunakan pihak luar. Juga, internal konsultan umumnya dipakai jika ada urgensi untuk melakukan sesuatu yang butuh cepat untuk dituntaskan, sehingga tidak ada waktu bertanya-tanya lagi!
Terus, kapan dong pakai eksternal konsultan? Yang jelas, eksternal konsultan sangat diperlukan jika organisasi memang tidak punya ekspertis seperti yang dibutuhkan. Selain itu, eksternal konsultan dipanggil, jika memang dibutuhkan pihak yang bisa netral buat implementasikan sistem yang seandainya diimplementasikan pihak internal, justru bisa memicu konflik kepentingan.
Hal lainnya, eksternal konsultan kadang diperlukan jika organisasi memang butuhkan ekspertis dari luar yang bisa objektif menilai. Atau, saat dibutuhkan pihak ekternal yang bisa bantu mengimplemantasikan suatu sistem yang butuh validasi pihak luar. Tapi, di atas pertimbangan semuanya, tentu saja konsultan eksternal bisa dipanggil, jika organisasi memang sudah mengalokasikan dana buat menggunakan jasa eksternal konsultan. Meskipun ada ongkosnya, namun jika konsultan ekternal itu memang qualified dan berpengalaman, maka biaya yang dikeluarkan, dibandingkan dengan ‘sakit kepala’ yang dibantu diselesaikan oleh eksternal konsultan ini, menjadi tidak ada artinya.
So, sebaiknya kita internal atau eksternal konsultan?
Jawabannya, kembali pada analisa situasi organisasi saat ini. Adanya kompetensi, urgensi serta kebutuhan pihak netral seperti yang disebutkan di atas, bisa jadi bahan pertimbangan kita.
Jadi, sah-sah aja, kalau organisasi mau pakai internal konsultan jika internal konsultan itu memang punya kompetensi. Tentunya, selain lebih hemat biaya juga memberdayakan sumber daya yang ada di dalam organisasi. Dan tentunya, menggunakan internal konsultan, biasanya akan lebih cepat fokus pada masalahnya. Hanya saja, seringkali berlaku juga pemeo, “nabi tidak dihargai di negerinya sendiri”. Jadi, sebagai internal konsultan, saat mengimplementasikan suatu ide, sering diragukan atau tidak diterima.
Sementara itu, banyak kok organisasi yang justru sukses dan makin berhasil, pertumbuhannya makin luar biasa, karena pakai jasa eksternal konsultan. Jadi, jika eksternal konsultan itu memang berkualitas, profesional dan bisa memberikan solusi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, itu bisa memberi keuntungan berlipat ganda buat organisasi. Sekali lagi, memang ada biaya yang harus dikeluarkan bagi eksternal konsultan. Tapi percayalah, jika eksternal konsultan itu qualified, maka ‘return on investment’ yang diperoleh dari organisasi tersebut, hasilnya bahkan bisa berkali-kali lipat!
Anthony Dio Martin
Writer, Inspirator, Speaker, Entepreneur (WISE)
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |