
- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Apakah jumlah orang yang memberikan “like” di sosial mediamu mempengaruh mood-mu setiap harinya? Kalau iya, berhati-hatilah! Majalah SUCCESS di edisi September menyajikan salah satu tulisan soal perasaan tidak aman di Media Sosial. Salah satu topik bahasannya adalah soal bagaimana media sosial membentuk berbagai perasaan berharga, sukses atau berharga tidaknya diri kita.
Betapa tidak? Perhatikan kasus-kasus seperti ini. Seorang remaja menjadi depresi hanya gara-gara ada beberapa orang yang melakukan unfollow terhadap instagramnya setelah ia mengunggah fotonya. Lantas, ada pula yang merasa stres karena temannya punya jumlah follower yang lebih banyak dari dirinya, padahal ia merasa dirinya lebih popular dan lebih menarik. Ia sendiri tidak habis pikir, kenapa temannya bisa punya lebih banyak follower di facebooknya.
Begitulah, kehadiran sosial media di tengah-tengah kita seakan-akan memberikan pemaknaan baru terhadap kesuksesan dan keberhasilan kita. Apalagi, sampai saya pernah menyaksikan suatu acara pemilihan idola penyanyi, dimana jurinya mengatakan, “Kesuksesan dan keberhasilan kamu yang sesungguhnya ditentukan oleh jumlah follower kamu”. Hmm…Benarkah demikian?
Mungkin saja memang benar bahwa jumlah follower merupakan indikator tentang kepopuleran kita, tetapi jika harga diri kita ditentukan oleh ‘follower’ serta ‘like’, kita maka ini sebuah kesalahan berpikir yang bisa berpngaruh besar dalam kehidupan kita. Sebab, kalau kita perhatikan arti harga diri, pengertiannya adalah seberapa kita menilai diri kita bernilai dan bermakna. Rasanya terlalu rendah, kalau harga diri kita hanya ditentukan oleh jumlah like dan follower di sosial media kita.
Mengapa “Like” dan “Follower” bukan Penentu Harga Dirimu?
Memang sih, harus diakui bahwa media sosial memegang peranan penting dalam pergaulan dan interaksi sosial. Tetapi, tetap saja like dan follower tidaklah tepat diajadikan sebagai ukuran harga dirimu.
Pertama-tama, sosial media adalah bentuk hubungan sosial yang maya. Misalkan saja jika ada 5000 orang yang menjadi follower kita, tidak berarti kita mengenal ke-5000 orang tersebut. Mereka bukanlah teman yang nyata, tetapi teman secara virtual, maya, alias tidak nyata. Iya, memang sih ada banyak kenalan dan sahabat kita yang memang terkonseksi dengan kita via media sosial. Tapi, saya yakin kebanyakan pertemanan di sosial media, bukanlah teman yang riil. Kecuali, memang Anda seleksi dan batasi siapa saja yang boleh terhubung dengan Anda. Jika tidak demikian, maka Anda membangun peluang pertemanan di sosial media dengan orang-orang yang tidak Anda kenal sama sekali. Dan ingatlah, jenis pertemanan di media sosial itu bukanlah persahabatan yang seperti kita kenal dalam kehidupan nyata. Jadi, kita harus tahu tingkat kebermaknaan mereka dalam kehidupan kita. Ini bukan berarti mereka tidak perlu dipedulikan, tetapi level kepentingannya berbeda dengan sahabat ataupun keluarga kita.
Dua, banyak dari yang melakukan “like” dan “follower” adalah mereka yang tidak kita kenal. Deegan demikian, maka kita seharusnya tidak perlu terlalu baper ataupun memasukkan ke dalam hati kita, tatkala ada yang melakukan “unlike” atau “unfollow”. Siapa yang melakukan “unlike”? Mungkin dia lagi tidak mood, dan kenal dengan Anda pun nggak. Bisa saja dia salah pengertian dengan status kamu. Terus, yang melakukan “unfollow” mungkin dia sadar, kalau nilai-nilai yang kamu tuangkan di sosial media berbeda, jadi dia unfollow. Jadi, sebenarnya malahan bagus lho kalau ada orang yang unfollow kita. Justru membuat yang terhubung dengan kota bener-bener orang yang memang punya kepentingan, senilai ataupun memang tertarik dengan diri kita. Jadi, jangan depresi gara-gara kondisi di “unfollow” atau di”unlike”. Lagipula, ada begitu banyak teknik mendapatkan follower dengan mem-follow orang sebanyak-banyaknya, setelah itu di-unfollow kembali.
So, Media Sosial Menentukan Harga Dirimu?
Sosial Media memang alat komunikasi yang penting. Sosial media adalah alat untuk menyebarkan informasi, membangun networking bahkan juga untuk mempromosikan jasa ataupun produk tertentu dengan cara cepat dan murah meriah kepada khalayak ramai. Tetapi, dalam kaitannya dengan pribadi kita, janganlah dijadikan sebagai alat ukur self esteem (harga diri) kita. Percayalah, harga diri kita jauh lebih tinggi nilainya daripada hanya sekedar di”like” dan di “follow”. Celakanya, banyak generasi millennial yang mulai melekatkan pribadinya dengan sosial media dan menjadikannya sebagai tolak ukur bahagia dan tidak bahagianya diri mereka. Media sosialpun menjadi salah satu pemicu depresi gaya baru.
Ingatlah, untuk bisnis dan jaringan, memang penting memiliki 5000 folower, namun jika menyangkut identitas diri kita yang sesungguhnya janganlah dikerdilkan hanya dengan ukuran follower atau like. Ada papatah bagus untuk kita renungkan, “kalau menyangkut pertemanan yang sesungguhnya, lebih baik memiliki 10 follower yang berisi teman dan sahabat dekat yang selalu bisa diandalkan, daripada 5000 orang yang tidak Anda kenal sama sekali!”.
Anthony Dio Martin, “Best EQ trainer Indonesia”, pembicara, ahli psikologi, penulis buku-buku best seller, host program motivasional di radio dan televisi. Website: www.anthonydiomartin.com dan twitter: @anthony_dmartin dan instagramn: anthonydiomartin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |