- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Hidup saya dipenuhi dengan buku. Saya telah menulis buku ke 16 dan sayapun masih berusaha membaca beberapa buku tiap minggunya. Sungguh, saya tidak bisa membayangkan hidup tanpa buku. Sejak masih kecil, buku menjadi alat bagi pelarianku dari kesulitan dan masalah hidup. Sekaligus jadi guruku, yang bisa kubawa kemanapun.
Boleh saya cerita? Saya teringat kejadian saat masih remaja dan akan bertanding bulutangkis antar RT. RT kami tidak penah diunngulkan sebab tidak ada seorang anakpun yang pintar bermain bulutangkis. Saya pun termasuk yang disuruh maju. Pesannya sederhana, nggak apa-apa kalah yang penting bertanding. Tapi, saat itu saya tidak ingin kalah dengan memalukan. Saya pun teringat, semalam sebelum pertandingan, saya membaca buku “Pola Kehidupan dan Perjuangan” karya Orison Swett Marden. Ternyata bacaan berbau motivasi dalam buku itu menggelorakan semangat saya. Intinya buku itu mengajarkan positive thinking dan harus memberikan diri seratus persen dengan apa yang dilakukan. Dengan semangat dari buku itu, saya pun bertanding dengan perlawanan sengit. Hasilnya? Tim remaja RT kami kalah, tapi dari tim tersebut, satu-satunya yang menang dan memberikan angka, adalah saya!
Ada buku lain yang mempengaruhi hidupku yakni buku “Cara Mencari Kawan Dan Mempengaruhi Orang” karya Dale Carnegie. Buku itu saya baca ketika di kelas VI SD. Bener lho, di kelas IV SD! Dan sampai sekarang buku itu mempengaruhi cara saya berinteraksi. Diantaranya saya belajar beberapa prinsip di buku itu: (1) Nama adalah kata paling indah di telinga setiap orang; (2) Jauh lebih gampang mendapatkan kumbang dengan madu daripada menggunakan cuka; (3) Orang yang tidak bisa tersenyum, jangan membuka toko.
Tapi karena buku juga saya pernah membuat kesalahan fatal. Waktu itu, saya di kelas 2 SMP dan harus menyampaikan pidato di acara perpisahan dengan kakak kelas. Saat itu, saya pun mencari buku tentang cara membawakan pidato. Dan tahukah saran di buku itu? “Jangan menulis dan membacakan pidato. Hal itu kelihatan tidak profesional dan tidak trampil”. Maka, saya pun mengikutinya, saya mencoba menghafal dan mengingat apa yang hendak saya katakan. Dan tibalah acara perpisahan itu. Dan tahukah Anda tatkala saya berdiri di depan para guru dan kepala sekolah serta teman-teman sekolah yang ramai sekali, pikiran saya langsung “beku” dan saya pun tidak tahu apa yang harus saya katakana. Singkat kata, saya hanya bergumam tidak jelas, lantas cepat-cepat turun dan saya berlari ke WC, dan sayapun menangis disana karena merasa sangat bodoh sekali, tidak bisa berkata apapun!
Kekuatan Kata-Kata
Janganlah berpikir bahwa buku tidak sanggup mempengaruhi, mengubah bahkan menentukan nasib kita. Berbagai revolusi dan perubahan manusia hingga negara, ternyata banyak yang terinspirasi dan dimulai dari sebuah buku. Sebut saja buku seperti The Communist Manifesto-nya Karl Max & Fredereich Engel yang melahirkan negara-negara komunis. Atau buku Mein Kampf karya Adolf Hitler yang menginspirasi lahirnya partai Nazi di Jerman. Atau sebut saja buku The Rights of Man: For the Benefit of All Mankind karya Thomas Paine di tahun 1791 yang menginspirasi lahirnya revolusi di Amerika.
Buku yang ditulis dengan jiwa ternyata sanggup menggerakkan orang bahkan menimbulkan berbagai reaksi pula. Misalkan saja buku The Origin of Speciesnya Charles Darwin yang menimbulkan banyak gelombang kemarahan gara-gara menjelaskan asal usul manusia dari bangsa kera.
Betul kan? Intinya, ketika buku itu ditulis, dicetak dan diterbitkan lalu dibaca, berbagai intepretasi terhadap buku tersebut bisa menimbulkan berbagai respon.
Membaca Dengan Mindfulness
Hal yang perlu diingat, apapun yang ditulis dan dicetak dalam buku, tetaplah pendapat dan opini seeorang yang terpengaruh oleh latar belakang dan pemikirannya. Karena itulah, buku bisa pula dikritik dan dicermati lebih dalam isinya. Dan semestinya, kita belajar untuk lebih kritis pula membaca serta mencermati apa yang kita baca.
Celakanya, di Indonesia kita tidak pernah punya pelajaran kritik buku ataupun sastra di bangku sekolah. Malahan, kita terbiasa membaca buku pelajaran dan buku lainnya serta terlatih untuk berpikir, apapun yang ditulis di buku itu adalah hal yang benar.
Dan kembali kepada pengalaman saya di atas, berbagai aneka pengalaman saya terkait buku, sebenarnya berawal dari keyakinan yang tinggi dengan apa yang tertulis dibuku. Beruntunglah kalau buku itu bagus, maka buku itu akan memberikan dampak yang baik tapi terbayangkah kalau buku itu berisi pengaruh yang buruk?
Makanya, langkah terbaik membaca buku tetaplah membaca dengan penuh kesadaran (mindfulness). Membaca dengan sadar berarti membaca dengan kritis, membaca dengan asumsi bahwa apa yang ditulis oleh manusia itu bisa saja menyimpang dan salah. Namun, di sisi lainnya, kita pun percaya bahwa hal-hal baik dari buku juga akan memberikan dampak positif bagi kehidupan kita. So, bacalah buku dengan kesadaran dan daya kritis yang tinggi!
Anthony Dio Martin, trainer, inspirator, Managing Director HR Excellency & Miniworkshopseries Indonesia, penulis, executive coach, host radio di SmartFM
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |