- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Ada 2 ciri pemimpin: yang mau melayani atau yang minta dilayani. Makanya kita kenal servant leadership atau sebaliknya, boss leadership. Problemnya, banyak orang inginnya jadi pemimpin supaya bisa berkuasa dan dilayani orang lain. Mereka ini pantang turun ke bawah dan tidak merakyat. Sebaliknya, tak banyak pemimpin yang ikhlas untuk melayani. So, bagaimanakah prinsip servant leadership itu? Berikut ini ada hasil interview yang dilakukan di SmartFM dalam program Smart Emotion bersama Dr. Anthony Dio Martin soal servant leadership versus boss leadership.
Pertama-tama, topik ini di tahun ini menjadi ramai diperbincangkan. Bahkan ada beberapa organisasi yang mengatakan “Tahun ini, kepemimpin di organisasi kami menggaungkan kembali soal “servant leadership” di perusahaan ritel kami yang jumlahnya sekitar 2.000 outlet di seluruh Indonesia. Meskipun kami menjual produk-produk, tapi sebenarnya kami adalah perusahaan yang jasanya melayani customer kami. Jadi butuh banget pemimpin yang bisa membantu timnya melayani lebih baik! Minta tolong dibahas lagi soal servant leadership ini”
Selain itu, di tahun-tahun ini, adalah tahun pemilihan kepala daerah, negeri kita akan selalu membutuhkan pemimpin yang berorientasi utk melayani, bukan cari kekuasaan! Malah, saya pernah mendapatkan sebuah WA yang bunyonya begini, “Pak Anthony, saya heran dengan istilah wakil rakyat, tapi senangnya malah dilayani dan petantang petenteng menyebut diri wakil rakyat dan minta dilayani. Rakyat kita cukup pintar buat tahu siapa yang cuma punya ambisi mencapai kekuasaan, atau yang betul-betul amanah buat mendengarkan aspirasi dan mewujudkan kerja yang lebih baik buat negeri ini! Semoga kita tidak memilih yang cuma mau dipilih, habis itu korupsi”
Ada 4 alasan ini yang membaut kenapa kita betul-betul butuh pemimpin yang berorientasi melayani:
1. Kita sudah eneg dan capek dalam organisasi yang anak buahnya harus melayani terus menerus, tapi nggak diperhatiin sama pimpinan dan atasannya. Anak buah hanya jadi objek penderita. Sering disalahkan kalau ada masalah apapun.
2. Anak buah juga makin pintar kok, informasi makin banyak jadi pimpinan bukan lagi yang palimg tahu. Dan semakin pimpinan sok tahu dan sok jago, semakin dimusuhi, dijauhi bahkan ditinggal sama anak buahnya.
3. Kita ingin pimpinan yang bukan NATO (no action talk only), tapi yang ada hasil dan actionnya yang jelas, bukan yang punya posisi lantas sibuk melakukan press release, cerita sana-sisni, terus sibuk kesana kemari tapi nggak ada hasilnya!
4. Anak buah, khususnya milenial punya ‘ego’ yang ingin didengarkan, dikembangkan. Mereka makin butu pendekatan personal, kalau tidak mereka akan pindah ke tempat lain.
5. Teamwork hanya terjadi dengan pemimpin yang terlibat. Pimpinan akan memberikan contoh. Kalau pimpinannya terlibat, anak buahnya juga akan terlibat.
Adakah kisah-kisah inspirasional seputar servant leadership yang bisa jadi inspirasi?
Kisah pertama, adalah kisah tentang seorang mandor Bernama Luis Urzúa. Ia adalah mandor dari 33 orang yang terjebak di tambang di Chili selama 70 hari. Ceritanya di tahun 2010, ada sebuah tambang di Chili runtuh. 33 orang terjebak. Di kedalaman 700 meter. Bayangkan saja, semuanya panik, bingung. Bersyukurnya, ada mandornya yang namanya, Luis Urzúa. Ia mengambil alih kendali. Ia mengajak timnya bersatu. Bahkan memetakan dan membagi jatah makanan. 70 hari mereka terkurung disitu, tapi berkat Luis Urzua yang berhasil menyakinkan semua timnya untuk bahu-membahu dan saling melayani, akhirnya semua selamat. Yang menarik adalah tahu nggak siapa yang minta diselamatkan paling akhir? Luis Ursua!
Juga kisah di tanggal 15 Januari 2009, terjadi malapetaka dengan sebuah pesawat terbang US Airways penerbangan 1549. Dua mesinnya kehilangan tenaga setelah take off dari LaGuardia Airport. Gara-gara, menabrak sekelompok angsa. Kaptennya, Chesley Sullenberger, akhirnya dengan luar biasa mendarat di Hudson river dan menyelamatkan 155 penumpang serta crewnya. Itu menjadi kisah yang paling menegangkan. Dan tahukah Anda siapa yang paling akhir meminta keluar dari pesawat? Si kaptennya, si “Sully” Chesley Sullenberger.
Sebenarnya, terjemahannya dari servant leadership itu adalah seorang pemimpin yang mau melayani, bukan minta dilayani atau minta dihormati. Bukan gila kekuasaan, tapi ketika mereka berkuasa, ketika mereka dipilih dan naik pangkat, posisi dan kekuasaan itu dipakai supaya bisa menciptakan organisasinya makin sejahtera!
Kita bisa melihat contoh menarik seperti Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, bahkan di Indonesia kita mengenal Bung Hatta yang sangat rendah hati. Bahkan, ada kisah menarik Bung Hatta mau beli sepatu Bally saja nggak punya uang.
Nah, istilah servant leadership sebenarnya terminologinya sudah dimulai sejak tahun 1970, oleh Robert Greenleaf. Ia mengatakan begini dibukunya, “Jika kamu melihat alasan jadi pemimpin artinya supaya orang-orang bisa layanin kamu, kamu bisa jadi penguasa dan ngatur sana sini. Kamu nggak tepat disebut pemimpin!”
Dan sebenarnya, ini bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan kalau kita mau ambil referensi masa lampau, ada beberapa pemikiran dan buku yang menarik. Misalkan, Lao Tse di buku Tao Te Ching mengatakan begini, “pemimpin yang hebat adalah yang menyatu yang orang bahkan nggak terlalu sadar kehadirannya. Bahkan ketika apa yang diinginkannya telah tercapai orang akan berseru, “Wah, kita telah berhasil melakukannya!”
Juga, di India, Chanakya dalam Arthashastra menyebutkan kalimat yang sangat inspiratif, “Raja adalah seoarang pelayan yang dibayar dengan uang rakyatnya untuk menikmati bersama rakyatnya!”
Bagaimana sih karakteristik Servant Leadership?
Secara total sebanarnya ada 8 karakteristik dari servant leadership yang penting. Nah, saya ringkaskan saja ya. Ke 8 hal itu adalah:
1. Kuping untuk mendengarkan (listening skills)
2. 2 mata untuk waspada dan sadar dengan apa yang terjadi dan mata satunya lagi untuk melihat apa yang bakalan terjadi!
3. Mulut yang membaut orang mau melakukan sesuatu bukan karena ‘terpaksa’ tapi karena ‘ingin’
4. Hati yang mau berempati dengan orang lain
5. Obat untuk menyembuhkan dan memberikan solusi
6. 2 tangan untuk mendorong maju dan membantu, baik pribadi maupun masyarakat sekitarnya
Bagaimana sih beda Servant Leadership dengan Boss Leadership?
Pertama, dilihat dari orientasi kekuasaannya. Bagi seorang servant leader, kekuasaan itu supaya bisa menolong dan membantu lebih banyak orang. Sementara boss leader, dia mau jadi pimpinan supaya dia bisa lebih populer, dihormati dan lebih berkuasa serta dilayani.
Kedua dari cara dia melihat umat, bawahan atau pengikutnya. Bagi servant leader, mereka adalah subjek utama yang perlu diprioritaskan. Sementara, bagi seorang boss leader, mereka adalah objek yang bisa dimanipulasi, dipakai sewaktu-waktu untuk kepentingannya dia.
Ketiga, dilihat dari karakternya. Servant leader itu cenderung mendukung serta memberkan mensupport sementara seorang tipe boss leader mintanya selalu disupport, dipuja-puji, dihormati, dan senang dijilati.
Tapi kan aneh, pemimpin kan biasanya harus dilayani, bukan melayani. Ada nggak sih penolakan terhadap konsep Servant Leadership ini?
Banyak kok. Malah ada yang menganggap bahwa konsep servant leadership itu terlalu idealis, mengawang-awang dan tak membumi. Adapun beberapa penolakan yang muncul terhadap servant leadership ini:
Penolakan 1: “Ngapain jadi pemimpin, kalau nggak bisa ngatur!”
Penolakan 2: “Pemimpin nggak perlu terlibat dengan perlu tahu dan terlibat dengan kehidupan anak buahnya, itu hak privacy setiap orang!”
Penolakan 3: “Kalau terlalu dilayani, anak buah dan orang lain akan ngelunjak”
Penolakan 4: “Servant leadership itu hanya sebuah idealisme, isinya nggak praktis dan nggak masuk akal!”
Jadi, bagaimana sih tips memulai jadi servant leader yang praktis?
Nah, dari tulisan-tulisan Robert Greeleaf serta dari berbagai contoh praktek pemimpin yang menerapkan servant leader ini, ada beberapa praktek yang bisa kita mulai terapkan:
1. Improve your private and personal life! Jadi kepemimpinan itu punya 3 level harus ditata. Yakni (1) PRIVATE LIFE – PERSONAL LIFE – PUCLIC LIFE. Nah, kebanyakan dari kita hanya soal soal public (pencitraan). Sebenarnya, yang harus ditata juga adalah bagaimana dia dengan dirinya sendiri (private life), bagaimana dia dengan orang-orang terdekatnya (personal life), baru kemudian yang dia munculkan ke depan public (public life)!
2. Belajar lebih care! Mulai sekarang, belajarlah untuk terlibat bukan hanya soal kerjaan saja, tapi juga lebih care dengan orang-orangmu!
3. Know Your People! Berusahalah lebih mengenali dan menyelami masing-masing orang yang berinteraksi dengan kita!
4. Empower your people! Sebagai leader belajarlah untuk lebih mau tahu dengan apa yang terjadi di kantor atau di tempat kerja, serta tahu kapan dimana ia sebagai leader harus “masuk terlibat” kapan dimana ia harus belajar percaya dan lebih memberdayakan!
5. Terapkan ilmu padi! Hindari jadi angkuh dan sok. Belajarlah untuk lebih rendah hati, merakyat bukan makin tinggi hati! Bahkan jangans egan untuk terlibat dengan hal-hal yang sepela kalau bisa melakukannya misalkan mau ikut angkat-angkat ataupun beberes ketik ada kesempatan!
6. Change Your Radar! Radarmu diubah corongnya. Jangan melulu bicara dari kepentingan “saya” tapi cobalah lebih banyak bicara dari sisi “kamu” atau sisi “dia.
So, semoga hasil rangkuman interview dan tulisan ini menginspirasi kita menjadi pemimpin yang berorientasi melayani, bukan maunya dilayani doang!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |