- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Liburan resmi baru saja selesai. Kali ini, liburannya memang agak panjang. Ada liburan lebaran plus liburan sekolah. Belum lagi ditambah dengan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah. Dan saat ini pun, masih ada yang masih dalam status liburan. Akibatnya, banyak yang suka ataupun tidak, harus mengambil cuti panjang.
Masalahpun muncul tatkala kembai ke tempat kerja dari cuti atau liburan panjang, otak rasanya masih beku. Banyak yang masih terbuai dengan liburan panjang, malahan merasa belum siap kembali bekerja. Jangan-jangan, ada yang malahan berpikri, “Kenapa liburnya cepat ya. Coba ya bisa libur lebih panjang lagi?”
Ada istilah psikologis yang dipakai untuk menyebut kondisi mental setelah liburan panjang itu. Namanya adalah post-vocational syndrome atau ada juga yang menyebutnya post-holiday syndrome, atau ada juga menyingkatnya dengan holiday syndrome. Tapi, maknanya sama. Yakni, suatu kondisi yang dialami seseorang setelah melewati liburan yang panjang, lebih panjang dari biasanya.
Bagaimana kita tahu kalau kita mengalami post-holiday syndrome? Ciri-cirinya gampang. Biasanya, secara fisik kita masih keletihan dan lemas. Serta malas untuk melakukan apapun. Akibatnya, waktunya lebih banyak dihabiskan dengan pekerjaan ataupun aktivitas yang tidak terlalu banyak membutuhkan energi mental. Misalkan saja, seharian menghabiskan waktu dengan menonton, browsing internet ataupun melakukan posting atau membaca postingan orang lain, tanpa tujuan yang jelas. Bisa juga dengan banyak menghabiskan waktu dengan ngobrol, menelpon yang berkepanjangan. Pokoknya, aktivitas yang tidak membutuhkan banyak energi mental.
Post holiday sindrom ini akan semakin menjadi-jadi apabila liburan yang baru saja dilewati ternyata berkesan, menyenangkan dan memberikan impresi positif yang mendalam. Akibatnya, sampai berhari-hari berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, orang bisa masih hidup dengan kenangan dan perasaan yang terbawa dari liburan tersebut. Termasuk bagian dari post holiday sindrom ini adalah kontak yang intens dengan orang-orang yang ditemui ataupun yang bersama-sama sewaktu liburan tersebut. Ataupun, terkadang ada kebiasaan baru atau yang sebelumnya tidak ada, mulai muncul sebagai akibat dari liburan tersebut. Misalkan saja, seorang karyawan yang berlibur seminggu di puncak pegunungan teh, sekembalinya dari sana menjadi doyan teh dan mulai minum teh secara rutin.
Sisi Baik Dan Buruknya!
Sebenarnya, sisi baik dari post holiday sindrom ini adalah membuat kita tetap rileks dan dalam kondisi senang. Jadi, fisik kita masih merasakan dampak dari liburan tersebut. Jika diukur, maka level endorphin atau hormon yang bertanggung jawab dengan perasaan bahagia dan senang, cenderung meningkat setelah liburan panjang ini. Dengan demikian, biasanya level stress secara psikologispun berkurang (kecuali level stress finansial, auchh!).
Namun, dilihat dari sisi buruknya, inilah yang sering ditakutkan. Banyak pimpinan bahkan profesional mengeluh dan takut dengan dampak lanjutan dari post-holiday sindrom ini. Umumnya, terkait dengan produktivitas dan performance. Hal yang utama dan pertama biasanya, produktivitasnya menjadi sangat rendah. Ya, jelaslah. Secara fisik dan mental, kondisinya merasa masih belum siap untuk bekerja kembali. Kalau diibaratkan mesin, mesinnya masih dingan dan belum panas.
Sisi buruknya lagi adalah orang masih terus terkenang dengan kondisi liburan. Jadi, kalau bisa dikatakan secvara fisik orang telah berada di tempat kerja tapi secara mental, orang itu masih berada di tempat liburan. Biasanya hal ini ditandai denghan banyaknya orang ini bercerita dengan berapi-api liburan yang baru saja dilewatinya. Selain itu, sisi buruk yang bisa terjadi adalah sikap membanding-bandingkan (comparison) antara tempat liburan dengan kondisi realitasnya. Makanya, tidak mengherankan jika Workforce Institute menilai kalau setelah libutan biasanya level employee engagement biasanya akan lebih rendah. Artikel lengkapnya bisa dibaca disini: http://www.workforceinstitute.org/blog/employee-engagement-holidays/ Bahkan lebih buruknya, tingkat turn over cenderung meningkat setelah liburan selesai.
Bagaimana Mengatasi Post_Holiday Sindrome?
Pertama-tama, post holiday syndrome adalah suatu hal yang wajar. Kita bukanlah robot atau mesin yang bisa diset begitu saja, mau kerja di level 1 ke level 4, atau level manapun dalam sekejab. Justru ini menandakan bahwa kita manusia normal yang butuh adaptasi. Jadi berikan satu dua hari untuk beradaptasi dengan kondisi asalnya kita. Itu juga sebabnya, mengapa saya seringkali menyarankan jangan berlibur sampai hari yang mepet sebelum kembali kerja. Misalkan, Anda mengambil liburan dengan kepulangan di tengah malam dan keesokan harinya Anda masuk kerja. Dijamin, tubuh dan otak Anda pasti “kecapean”.
Untuk mengatasi itu, ada baiknya tubuh dan mental mulai dibiasakan kembali ke ritme kerja dengan hal-hal yang simpel dan sederhana. Misalkan menbaca dan membalas email terkait pekerjaan, ataupun mendiskusikan mengenai pekerjaan yang terakhir ditinggalkan serta rencana kerja yang terdekat.
Saran kedua adalah memulai dengan perencanaan kerja dan membuat kembali “to do list” Anda. To do list adalah daftar pekerjaan yang harus diselesaikan. Usahakanlah untuk membagi waktu serta mengimajinasikan bagaimana Anda mulai mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Ingat kunci kembali ke putaran rutinitas kerja adalah kedisiplinan serta konsistensi. Bayangkanlah, ini mirip seperti kita menggenjot sepeda. Awalnya akan berat tarikannya, dan butuh energi ekstra, tapi yang mesti Anda lakukan adalah terus menggenjot. Lama kelamaan, kaki Andapun mulai terbiasa, dan Anda mulai bisa mengayuh sepeda Anda dengan kondisi yang normal dan santai kembali. Jadi, kuncinya adalah ketekunan dan konsistensi.
Saran berikutnya, adalah dengan cepat menemukan kembali apa alasan Anda melakukan pekerjaan saat ini. Dapatkan kembali tujuan mendalam, yang membuat Anda merasa perlu melakukan pekerjaan Anda saat ini. Entah karena lasan keluarga, finansial ataupun alasan yang lebih mulia. Namun, hal terburuk adalah Anda tidak menemukan alasannya, maka mungkin Anda bisa memasukkan, alasan Anda bekerja giat adalah untuk membiayai liburan Anda yang menyenangkan, yang berikutnya (masuk akal kan?).
Saran terakhir, jika ternyata tubuh Anda sangat susah beradaptasi dan meskipun telah berminggu-minggu namun Anda tampakanya masih hidup di alam nostalgia dengan liburan yang baru saja Anda lewati adalah merefleksikan diri dan berkata, “Jangan-jangan selama ini saya jarang berlibur dan ini merupakan respon tubuh saya yang memang butuh liburan”. Lantas berjanjilah dengan diri Anda akan lebih peduli dengan kebutuhan liburan Anda lalu rencanakan waktu berikutnya. Dan setelah itu, sungguh-sungguh katakan pada diri Anda untuk betul-betul konsentrasi serta komit dengan pekerjaan Anda hingga liburan menjelang berikutnya. Ayo, kembali kerja!
Anthony Dio Martin, trainer, inspirator, Managing Director HR Excellency, penulis buku-buku bestseller, executive coach, host di radio bisnis SmartFM, dan kolumnis di Bisnis Indonesia. Website: www.hrexcellency.com dan FB: anthonydiomartinofficial dan IG: anthonydiomartin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |