- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Salah satu hal yang saya pelajari ketika saya bernegosiasi adalah bahwa sebelum saya mengubah diri saya, saya tidak dapat mengubah orang lain. – Nelson Mandela (Nobel prize winner, South African statesman and President).
Tanpa negosiasi yang baik, semua bisa berakhir dengan kekerasan dan cakar-cakaran. Perhatikanlah kasus yang dilematis berikut ini.
Ada seorang bapak yang mewariskan 17 ekor sapi kepada 3 anaknya, jika kelak ia meninggal. Ia menuliskan dalam surat warisannya, anak pertama akan mendapatkan ½ dari jumlah sapi yang ada. Anak kedua mendapatkan 1/3 sedangkan anak ketiga mendapatkan 1/9nya. Setelah ayahnya meninggal. Problem mulai muncul. Anak-anaknya justru bingung bagaimana membaginya supaya adil sesuai dengan warisan bapaknya. Pertengkaran dan perkelahian nyaris terjadi soal bagaimana akan dibagi. Apakah sapinya perlu dipotong dulu lalu dibagi?
Akhirnya, mereka minta tolong pada orang bijak di kampungnya. Keesokan harinya orang bijak itu datang dengan jawabannya. Ia meminjamkan 1 ekor sapi sehingga jumlahnya sekarang menjadi 18 sapi. Setelah itu orang bijak itu mulai membagi-bagi sesuai warisan yang ditulis oleh ayah mereka. Anak pertama mendapatkan ½ dari 18 sapi menjadi 9 sapi. Anak kedua mendapatkan 1/3 dari 18 menjadi 6 sapi. Anak ketiga mendapatkan 1/9 dari 18 menjadi 2. Total nya 17 ekor dan orang bijak itu pun pulang dengan 1 ekor sapinya lagi. Dan semua puas membawa pulang sapi-sapi yang jadi haknya.
Kisah di atas, memang mendekati kisah problem solving. Tapi, dibalik kemampuan problem solving ini, tentunya adalah hadirnya semangat untuk berdialog, membicarakan dan berunding agar semua pihak merasa puas. Itulah bagian dari semangat negosiasi yang penting. Bagaimana setiap orang meninggalkan tempat berunding, tempat jualan, tempat bisnis dengan merasa tidak “dipecundangi”?
Benar bahwa kita semua sudah belajar bernegosiasi sejak masih bayi. Masih ingat ketika kita bayi minta susu karena haus atau lapar? Mulai dengan tangisan, teriakan, tingkah lucu dan rengekan, sang bayi sedang bernegosiasi dengan orang tuanya untuk mendapatkan susunya. Dan selalu negosiasi kita itu berhasil, bukan?
Seolah keterampilan bernegosiasi adalah birth-right. Jika demikian, mengapa kita masih perlu belajar bernegosiasi lagi? Tidak cukupkah kemampuan yang terberi sejak lahir itu?
Seiring dengan berjalannya waktu, kemampuan bernegosiasi itu berkembang secara alamiah. Hampir dalam semua sendi kehidupan, kita tidak terlepas dari urusan nego menego ini.
Beberapa kali kita mulai menemui banyak kendala dalam negosiasi kita dan berujung pada kegagalan dalam negosiasi kita. Kita merasa tidak merasa puas dengan hasil negosiasinya? Seandainya berhasil sekalipun, lawan negosiasi kita merasa sangat marah atau kesal dengan kesepakatan yang kita buat. Jarang kita melakukan negosiasi yang menguntungkan semua pihak.
Ya, memang kondisi tidak seperti dulu lagi. Banyak sekali perubahan yang kita alami, termasuk perubahan dalam kondisi bernegosiasi yang makin kompleks. Kita tidak bisa lagi bersikap seperti bayi/anak kecil yang selalu “memaksa” dalam negosiasinya. Sudah saatnya kita mengubah cara diri kita bernegosiasi sebelum meminta orang lain agar menyepakati apa yang kita kehendaki, begitu kira-kira seperti yang dikatakan Nelson Mandela pada kutipan atas.
Maka dari itu belajar bernegosiasi lagi adalah penting sebagai sebuah keterampilan baru.
1. Negosiasi memungkinkan kita mendapatkan apa yang menjadi hak kita. Ketidakmampuan kita bernegosiasi membuat kita tidak mendapatkan apa yang menjadi hak kita. Kita bukan lagi bayi yang pasti selalu mendapatkan apa yang kita mau. Ketika dewasa dalam kehidupan yang serba kompleks, kita harus mahir dalam bernegosiasi untuk mendapatkan apa yang menjadi hak kita itu.
2. Efisiensi/penghematan. Dengan bernegosiasi sekurang-kurangnya kita telah menghindari pemborosan. Hasil negosiasi yang bagus selalu membuat pengeluaran atau biaya menjadi kecil. Seperti yang dilakukan oleh para pembeli ketika berhasil mendapatkan harga serendah-rendahnya untuk barang yang ingin ia beli. Demikian juga dengan pimpinan yang berhasil menghemat biaya dan waktu ketika ia berhasil bernegosiasi dengan bawahan untuk menaikan target kerja dalam seminggunya.
3. Negosiasi membuat kita dapat menikmati hasil yang lebih baik. Suatu kali saya bersama keluarga menginap di sebuah hotel. Ketika mendapakan kamar kami dalam kondisi yang kotor, dan saya punya pilihan untuk menerima begitu saja atau bernegosiasi mendapatkan kamar yang lebih baik. Akhirnya saya bernegosiasi dengan pihak hotel. Alhasil pihak hotel memberikan suite room yang lebih bersih sebagai bagian dari pelayanannya, daripada mendapatkan apresiasi buruk dari pelanggannya. Kali ini saya berhasil dengan negosiasi saya. Kalau saya diam dan tidak bernegosiasi, liburan kami tentu jadi tidak nyaman dengan kamar yang kotor itu. Intinya segala sesuatu akan lebih baik ketimbang tidak dinegosiasikan.
4. Negosiasi dapat menyelesaikan masalah dan konflik. Ingat kisah 2 sapi yang diikat pada lehernya di tengah jalan yang membelah 2 padang rumput yang hijau? Setelah kelelahan karena tarik menarik untuk mendapatkan makanan lezatnya, akhirnya kedua sapi itu memutuskan untuk bernegosiasi. Rupanya sapi-sapi itu cukup pandai bernegosiasi. Kesepakatannya adalah mereka dua makan rumput di sisi kiri dulu, baru esoknya makan di sisi kanannya. Deal untuk seterusnya! Dengan negosiasi masalah solved, konflik berhasil diredam. So, keterampilan negosiasi jadi penting mengingat hampir setiap hari kita diperhadapkan pada situasi dilemma, konflik yang membutuhkan kemampuan bernegosiasi di antara pilihan-pilihan itu, entah dalam kehidupan pribadi maupun pekerjaan.
5. Alasan terkahir ini cukup penting, yaitu supaya kita tidak mudah menjadi korban manipulasi orang-orang cerdik alias orang yang Thick face, black heart. Kalau kita mampu bernegosiasi atau kenal trik negosiasi mereka, kita bisa mengantisipasi manipulasi itu. Pernah melihat seorang ibu tua ‘dikeroyok’ sekelompok penjual di sebuah mall? Karena ibu itu tidak bisa bernegosiasi akhirnya orang tua itu mengikuti mentah-mentah rayuan kelompok penjual itu membeli sejumlah barang yang belum tentu jadi kebutuhannya. Setelah tiba di rumah, ibu itu segera sadar bahwa ia telah dimanipulasi. Barang yang ia terima tidak senilai dengan uang yang telah dikeluarkannya.
Nah, selain mendapatkan apa yang menjadi hak kita, semakin kita mengasah kemampuan kita bernegosiasi, sebenarnya kita semakin dapat membangun hubungan yang win-win serta menyenangkan baik dalam relasi intrapersonal (dengan diri sendiri) maupun interpersonal (dengan orang lain).
Alasan-alasan itu kiranya dapat mendorong kita untuk mulai menjadikan negosiasi menjadi keterampilan dalam berelasi dengan orang lain. Selamat bernegosiasi.
Ingin tahu pelatihan Negosiasi yang Recommended? Ada lho!
Sejak tahun 2018 ini, lembaga HR Excellency memiliki program simulasi PEAK NEGOTIATOR yang bisa melatih skill negosiasi Anda dengan secara langsung, 7-10 Kasus Nyata serta langsung tampak kemajuan negosiasi Anda. Kemampuan negosiasi Anda pun akan langsung diberi umpan balik. Hubungi tim kami di HR Excellency untuk informasi lebih lanjut? Info lebih lanjut tentang Peak Negotiator bisa dilihat di atau hubungi: 021-3518505 atau 021-3862521
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |