- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Suatu hari Mukidi tertangkap berkali-kali menonton sebuah film yang sama berulang kali. Ia pun ditanya. Kenapa sampai nonton film berkali-kali. Lantas, ia pun menjawab. “Aku penasaran. Siapa tahu di film kali ini, akhirnya cowoknya jadian dengan ceweknya!”
Kisah ini membuka obrolan kita soal perlunya mindset baru. Kita tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Mukidi di atas adalah sesuatu yang konyol, juga mustahil.
Intinya, selama segalanya masih sama. Prosesnya dan barangnya masih sama, hasilnya ya masih akan sama juga. Bahkan persoalannya, tantangannya pun sudah baru. Situasimya telah baru, tapi kita terus pula merespon dengan cara yang sama.
Kembali dengan contoh sederhana tentang Mukidi. Ceritanya, ia adalah seorang yang sangat penakut. Bahkan kalau orang berteriak “Hantu, hantu!“. Mukidi bisa langsung terkencing-kencing, karena ketakutan. Dan hal ini tentu saja memalukan. Maka, ia pun diterapi bagaimana caranya tidak tergganggu lagi. Terapisnya mengajari bagaimana caranya mengatasi kalau ada yang isengin dia. Tiap kali ada yang teriak “Hantu“, maka ia akan dengan muka senyum dan balas, “Tidak ada HANTU, weeekkk!” Dan ternyata cara ini cukup sukses. Hingga suatu hari, seorang mengejeknya lagi, “Hantu, hantu!“. Mukidi langsung merespon, “Tak ada hantu… weeeekkkk!“. Tapi temennya yang iseng itu langsung menambahkan lagi, “Setan..setan!” Dan Mukidi pun langsung terkencing-kencing lagi.
Inti ceritanya sederhana. Mungkin ketika situasinya masih dengan kondisi yang lama, maka respon lama kita akan mempan. Tapi, tetap ngotot dengan cara lama, sementara situasi dan tantangan telah baru, maka cara yang lama bakalan nggak ‘fit‘ lagi.
Apalagi, kita tahu bahwa tantangan baru pasti akan terjadi. Situasi tidak akan bisa terus-terusan sama. So, bagaimana caranya kita bisa merespon dengan cara baru?
Pertama-tama. Antisipasilah yang baru. Daripada berharap segalanya tidak akan berubah, lantas kita jadi kecewa. Lebih baik ekpektasi bahwa akan ada yang baru. Berharaplah bahwa yang barulah yang akan terjadi. Sebagai contoh saya berada di bisnis training sudah lebih dari 20 tahun. Saya menyaksikan kondisi dan tantangan yang terus berubah. Kebutuhan, isu dan permasalahan klien membutuhkan ide-ide yang baru. Banyak trainer dan motivator yang ternyata mampu bertahan, tapi banyak juga yang akhirnya tumbang oleh perkembangan jaman. Dan ternyata yang mampu bertahan adalah mereka yang siap dengan perkembangan dan solusi yang baru.
Kedua. Belajarlah yang baru. Mengapa sih banyak orang merespon dengan cara begitu-begitu saja? Alasannya sederhana. Karna tahunya ya cuma itu-itu saja.Tak heran, responnya ya hanya itu saja. Karena itu, untuk merespon tantangan baru maka kita pun harus ‘upgrade’ kemampuan dan skills kita. Sebagai contoh, saya pernah punya tetangga semasa SMA di Jakarta yang pekerjaannya adalah jadi juru motret di Taman Mini Indonesia Indah. Jaman berubah dan ternyata banyak orang yang membawa kamera digital, bahkan menggunakan HP. Pendapatannya berkurang drastis. Ia pun alih fungsi dengan menjadi juru motret di acara-acara resepsi. Panggilan masih sering datang. Tapi, pendapatannya pun tetap berkurang. Dan belum lama ini, akhirnya dengan teman-temannya, ia menciptakan kreasi baru dengan membantu bikin booth untuk jasa pemotretan di acara-acara resepsi. Plus dekor pemotretan dan foto ‘langsung jadi’ buat para tamu. Ternyata, bisnis modern ini banyak digemari. Untungnya adalah tetangga saya ini, mau belajar dan menangkap peluang baru.
Ketiga. Rusaklah yang lama, sebelum dirusak. Mungkin kita pernah dengar pepatah, “Kalau nggak rusak, ngapain diganti“. Pepatah ini mungkin bagus sebagai nasihat untuk bidang keuangan. Khususnya kalau bicara soal penghematan.Tapi kalau untuk bisnis dan kehidupan, tidak mau merubah apapun sebelum terpaksa, bisa jadi terlambat. Mungkin kita bisa ingat betapa banyak bisnis yang terlambat berubah. Akibatnya, milayaran rupiah hilang. Ratusan orang kehilangan pekerjaan. Bahkan, bisnisnya juga hilang. Dan percayalah setiap tahunnya kita akan mendengar bisnis yang hilang. Dan mudah-mudahan itu bukanlah diri anda! Jangan sampai Anda mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan Stphen Elop, mantan CEO Nokia ketika bisnisnya tumbang, “Saya nggak melakukan hal yang salah kok. Saya masih melakukan hal-hal yang dulu membuat saya bisa sukses seperti sekarang. Tapi, nggak tahu ya. Kenapa tiba-tiba saya tersingkir dan saya kalah dibandingkan orang lain”. Anda pasti tahu alasannya kan?
Anthony Dio Martin, CEO HR Excellency & Miniworkshopseries Indonesia, penulis, executive coach, host di radio bisnis SmartFM. Website: www.hrexcellency.com dan FB: anthonydiomartinofficial dan IG: anthonydiomartin
Anthony Dio Martin
CEO HR Excellency & MWS Indonesia
Trainer, penulis 16 buku, penerima MURI komik motivasi EQ
www.hrexcellency.com & www.anthonydiomartin.com
IG: anthonydiomartin & FB: anthonydiomartinhrexcellency
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |