- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
“Saya menyayangi manager-manager saya yang telah bekerja dengan bagus dan berusaha memberikan insentif terbaik buat mereka. Serta berusaha menjadi partner yang baik buat mereka.”
(Henry Kravis)
Manajemen kasih sayang? Hmm, kedengarannya terlalu lembek serta jauh dari konsep manajemen hasil yang mengutamakan kedisiplinan dan ketegasan. Manajemen yang kita kenal selama ini, umumnya manajemen gaya keras.
Tapi, sebentar dulu. Jangan dulu berprasangka bahwa yang disebut manajemen kasih sayang ini adalah ‘manajemen lembek’ dimana seluruh karyawan setiap hari berpelukan ala teletubies atau yang tiap hari nggak kerja, tapi cuma nyanyi-nyanyi dan kumpul tanpa hasil. Justru menurut Dorothy Marcic yang menulis buku ‘Managing with The Wisdom of Love’ ia mengatakan, “Justru manajer yang gayanya penuh kekerasan yang memaksakan idenya, serta tidak peduli, tidak akan pernh mendapatkan hati karyawannya. Dan tempat dimana tidak ada “hati” karyawan, tidak akan pernah menjadi tempat yang luar biasa ataupun bertahan lama suksesnya”.
Bicara soal manajemen kasih sayang, salah satu hal yang menarik adalah gayanya mantan CEO Southwest Airlines yang terkenal, Herb Kelleher. Salah satu CEO terbaik dunia yang baru-baru ini menutup usia di umur 87, tanggal 3 Januari 2019 lalu. Secara khusus, ia menyebutkan dirinya mempraktekkan manajemen kasih sayang (management of love). Sang CEO nyentrik yang pada masanya mengelola salah satu maskapai penerbangan dengan banyak reputasi bagus ini mengatakan, “Manajemen kasih sayang yang kami kembangkan artinya adalah manajemen dimana kita saling peduli, saling memperhatikan dan menjadikan orang yang ada di kantor bukan sekedar robot atau mesin, tapi manusia yang punya perasaan dan punya situasi tersendiri”. Dan dengan gaya manajemennya, ia pun berhasil membuktikan selama memimpin penerbangan bertarif murah itu, karyawannya tidak banyak masalah. Selaam hampir 30 tahun menjadi eksekutif top di Southwest Airlines inilah penerbangan yang dianggap menerbangkan paling banyak orang di Amerika dan menjadi salah satu penerbangan paling menguntungkan. Jadi, manajemen kasih sayang tidak terlalu buruk kan?
Apaan Sih Manajamen Kasih Sayang?
Dalam definisinya, manajemen kasih sayang sayang diartikan sebagai manajemen yang peduli dan memperhatikan orang. Lha, bukankah semua bisnis akan memperhatikan orangnya? Faktanya memang betul perusahaan secara sadar menganggap orang-orangnya penting, tetapi dalam prakteknya seringkali berbeda. Tidak banyak perusahaan yang betul-betul mempraktekkan bahwa mereka ‘sayang’ dengan karyawannya.
Dalam film ‘Intern’ yang dirilis tahun 2015 soal dunia kerja yang diperankan oleh Robert De Niro dan Anne Hathaway. Dikisahkan soal sebuah perusahaan yang merekrut karyawan-karyawan tua untuk dikaryakan. Disinilah dikisahkan secara menarik, bagaimana perusahaan dipimpin seorang wanita yang sangat efektif dan efisien kerjanya yakni Jules Ostin (Anne Hathaway). Tapi, masalahnya, saking efisiennya, karyawan betul-betul diminta untuk bekerja secara efisien untuk perusahaan startatup online pakaian ini. Dan akibatnya, kehadiran orang tua yang gayanya lebih perhatian dan mendengarkan, justru awalnya jadi sesuatu yang aneh. Tapi, belakangan dikisahkan justru itulah yang sebenarnya dibutuhkan. Perhatian. Kepedulian. Kasih sayang yang tulus.
Adalah seorang bernama Barbara Heyn McMahan, seorang konsultan bisnis yang berpusat di Cincinnati yang banyak bicara soal kasih sayang dan spiritualitas tempat kerja. Ia menulis beberapa artikel menarik. Menurut Barbara, problem terbesar mengapa ‘kasih sayang’ dianggap aneh adalah karena selama ini, tempat kerja didominasi oleh pemikiran dan pertimbangan laki-laki yang cenderung lebih rasional. Makanya, menurutnya kalaupun dikatakan ‘sayang’ pengertiannya adalah ‘tahu’ bukannya ‘merasakan’. Padahal, menurut Barbara, dari waktu ke waktu, banyak orang meninggalkan perusahan dan organisasi, karena merasa diabaikan, alias tidak mendapatkan perhatian!
Prinsip-Prinsip Manajemen Kasih Sayang
Jadi, seperti apakah prinsip manajemen kasih sayang itu. Pertama dan terutama adalah menganggap orang itu berharga. Benar, bukan hanya dimulut, tapi juga dalam prakteknya. Faktanya ya seperti itu. Mengatakan bahwa orang itu penting, tapi kenyataannya orang hanyalah sekedar mesin produksi.
Sebagai contoh, saya pernah menjadi trainer untuk sebuah perusahaan ala milenial dimana fokusnya di jasa kesehatan online. Problemnya, meskipun terpampang dengan jelas nilai mereka yakni, “menghargai manusia sebagai asset utama’. Tapi dalam prakteknya, leadernya sering mengatakan, “Kalau memang nggak suka dengan tempat ini, pergi aja. Masih banyak kok yang bisa kita ‘hire’ untuk masuk ke sini”. Akibatnya, memang banyak yang keluar dan pergi dari perusahaan itu, seperti yang ia katakan.
Kedua, memiliki rasa empati dengan orang. Jika perusahaan sering mengharapkan empati dari karyawannya, maka seharusnya perusahaanpun berempati dengan kondisi karyawannya. Berempati, berarti mencoba menempatkan diri pada posisi karyawan. Dan, banyak yang gagal melakukannya.
Sebagai contoh, ada karyawati yang telah bekerja lebih dari 15 tahun kehilangan orang tuanya. Ayah Ibu serta adiknya mengalami kecelakaan fatal. Ayahnya dan adiknya meninggal seketika. Sementara ibunya dalam keadaan koma seminggu lebih. Sebagai anak tertua, si anak harus mengurusi pemakaman ayah dan adiknya plus mengurus Ibunya yang masih shock. Cutipun habis. Dan saat meminta ijin perpanjang cuti kepada atasannya, atasannya dengan ketus bilang, “Justru saya mau nanya kamu masuknya kapan. Terlalu lama kamu libur, kita jadi rugi nih!”. Beberapa hari kemudian, si karyawati ini memutuskan untuk resign. Padahal, itu adalah salah satu karyawan loyal di bagian pembelian yang selama ini banyak menyelamatkan perusahaan dari pemborosan.
Ketiga, kasih sayang kadang menuntut tindakan dan perilaku berbeda yang didorong oleh perhatian, bukan sekedar aturan baku yang berlaku. Seperti kisah CEO Herb Kelleher yang kita ceritakan di atas. Tidak ada keharusan baginya untuk datang dan mengunjungi karyawannya. Tapi, yang menarik ia bisa mengunjungi hangar jam 3 pagi dengan membawa berkotak-kotak donat buat mekanik yang tengah lembur. Atau, ia bersedia angkat bagasi saat kondisi sangat sibuk di bandara. Ia pun terkenal murah hati untuk mentraktir. Padahal, itu tidak ada pada job des-nya sebagai atasan.
Maka, saya pun teringat lagi dengan sebuah kisah tentang sarung tangan Jessie dari kumpulan kisah Chicken Soup for the Soul yang terkenal. Saat itu, ada karyawan kasir yang sedang murung. Atasannya melihatnya lalu bertanya kepadanya. Akhirnya dengan sungkan, si karyawan ini bercerita kalau anaknya Jessie, ikut club softball tapi tidak punya uang untuk membeli sarung tangan. Si manager itu, mengambil uangnya dari dompaetnya sendiri dan memberikannya pada si kasir. Awalnya, si kasir menolak. Namun karena terus didesak akhirnya uang itulah yang bisa dipakai untuk membeli sarung tangan buat Jessi, anaknya. Kelak, uang itu ternyata bukan saja membeli sepasang sarung tangan tapi juga loyalitas dan keyakinan dari si kasir itu yang kelak menajadi karyawan yang berharga bagi perusahaan itu.
Ternyata, di tengah masa dimana banyak perusahaan berteriak lantang, “Manusia adalah asset terbesar kami” justru perusahaan yang betul-betul menunjukkan kasih sayangnya pada karyawannya itulah, yang akhirnya sungguh akan memperolah manfaat dari aset terbesarnya itu.
Anthony Dio Martin, CEO HR Excellency & Miniworkshopseries Indonesia, trainer, penulis, executive coach, host di radio bisnis SmartFM. Website: www.anthonydiomartim.com
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |