- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Dalam sebuah rekrutmen kerja di sebuah perusahaan elektronik ternama, beberapa orang karyawan telah tersingkir di awal-awal. Alasannya, IP mereka tidak cukup. Persyaratannya adalah IP minimal harus 3,25. Jadi yang tidak sampai, langsung digugurkan. Namun, ada seorang calon yang nekat tetap bertahan. Ia ingin bertemu pimpinan. Meski, sebenarnya ia sudah disuruh pulang, oleh karena ia tidak masuk yang akan diproses lebih lanjut. Namun, ia gigih bertahan dan menunggu sampai sore hari, sampai pimpinan yang pergi meeting seharian, kembali ke kantor. Saat bertemu dengan pimpinan perusahaan itu, ia meminta kebijakannya, “Saya tahu IP saya tidak cukup. Tapi itu lantaran saya harus jualan untuk menghidupi keluarga dan kuliah saya. Tapi ijinkan saya menjual apa saja. Saya akan tunjukkan bahwa saya bisa”. Akhirnya, si pimpinan memberinya tugas jualan. Ternyata, dalam seminggu ada beberapa produk yang mampu dijualnya. Dan akhirnya, ia pun diterima. Bahkan, kelak ia menjadi salah satu eksekutif penting di perusahaan itu.
Sebaliknya, dalam sebuah tim management trainee (MT) yang berisi anak-anak magang yang akan diangkat. Tersebutlah seorang sarjana yang sangat pintar dari universitas terkenal. Sayangnya, karena pintar dia suka mengkritik dan mendebat bahkan “menghabisi teman-temannya” saat presentasi. Dengan demikian, ia menunjukkan kepintarannya. Akibatnya, ia tidak disukai di antara teman-temannya. Dan saat mau pengangkatan, justru dia termasuk yang tidak diangkat jadi karyawan. Alasannya sederhana, pengangkatan termasuk juga mempertimbangkan penilaian dari teman-temannya se-tim-nya. Dan ternyata, arogansi dan kesombongannya membuat teman-temannya merasa tidak cocok dengannya. Dan hal itulah yang membuatnya lantas tersingkir!
Begitulah, kecerdasan dan kepintaran tidak selalu bisa jadi alat ukur, apakah seseorang pasti akan sukses ketika berkarir atau tidak.
4 Kompetensi EQ yang Jadi Prediktor Suksesmu!
So, mau lebih sukses dalam berkarir?
Mulai sekarang, bangunlah kompetensi kecerdasan emosional (Emotional Intelligence atau Emotional Quotient)-mu. Sebuah riset yang meluas oleh lembaga Six Seconds menunjukkan bahwa EQ berpengaruh menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) ternyata berdampak sekitar 66% terhadap kinerja seseorang di tempat kerja https://www.6seconds.org/2008/02/26/healthcare-study-emotional-intelligence-reduces-stress-performance/. Dengan kata lain, ternyata para top performer rata-rata memiliki kualitas EQ yang bagus.
Sejak Daniel Goleman memperkenalkan soal Kecerdasan Emosional (EQ) di sekitar tahun 1995an. Memang, penelitian soal Keceradasan emosi menjadi makin marak. Pasalnya, banyak organisasi merasakan bahwa EQ memang diperlukan bagi pimpinan dan karyawan mereka untuk lebih berhasil. Nyatanya, hasil riset beberapa perusahaan melaporkan adanya peningkatan yang signifikan setelah tim mereka dilatih soal EQ. Itulah sebabnya, Daniel Goleman mengatakan,
“Minat terhadap kecerdasan emosional (EQ atau EI) di tempat kerja berasal dari pemahaman bahwa berbagai kompetensi ini: kesadaran diri – pengelolaan diri – penyadaran orang lain serta ketrampilan sosial, itulah yang membedakan antara pekerja yang biasa-biasa saja dengan yang sukses. Dan ini menjadi semkain penting khhususnya di level yang semakin tinggi, dimana rata-0rata orang memiliki kecerdasan yang asam. Itulah sebabnya kemampuan mereka mengelola diri serta otang lain, itulah yang akhirnya kan membedakan mereka dari yang lain”.
Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa ada 4 kompetensi yang menjadi ukuran apakah seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosional (EQ atau EI) yang bagus atau tidak yakni:
1. Self Awareness (Kesadaran Diri)
Penyadaran diri ini mencakup aspek-aspek seperti:
2. Self Management (Pengelolaan Diri)
Pengelolaan diri mencakup aspke-aspek perilaku seperti:
3. Sosial Awareness (Penyadaran Sosial)
Penyadaran sosial atau penyadaran orang lain, mencakup sikap dan perilaku seperti:
4. Sosial Relationship (Hubungan Sosial)
Hubungan sosial atau interaksi dengan orang lain, mencakup sikap dan perilaku seperti:
Jadi, kalau kita perhatikan ke 4 aspek kompetensi EQ tersebut, kita tentunya paham betapa pentingnya keempat aspek ini terkait dengan kesuksesan karir seseorang di tempat kerja. Perhatikanlah untuk lebih lanjutnya, bagaimana ke-4 aspek ini menentukan sukses dan gagalnya seseorang. Mari kita perhatikan ke 4 contoh kasus berikut ini:
Rita, adalah seorang konsultan bisnis dari perusahaan terkemuka. Sayangnya, penjualannya tidak terlalu bagus-bagus amat. Salah satu penyebabnya adalah tatkala seseorang prospek, yang biasanya adalah eksekutif perusahaan alias top management, agak sedikit ketus atau meragukannya, ia menjadi sengit. Rita, gampang bersikap emosional. Dan ia tidak tahu bahwa hal itu ada kaitannya dengan masa lalunya. Dulu ia dibesarkan oleh orang tua yang keras, yang membuatnya sering melawan. Ternyata, sikap itu ia masih ia bawa saat sudah bekerja. Tapi, Rita tidak sadar dan tidak ada yang memberitahu kepadanya.
Betapa sayangnya bagi Rita. Seandainya saja, ia lebih sadar dengan diri dan pola-polanya. Atau, ada yang memberikan umpan balik kepadanya. Celakanya, Rita tidak pernah aware dengan polanya dan terus bersikap demikian. Padahal, ada beberapa prospek yang sebenarnya sangat prospektif, tapi lepas dari genggaman Rita, gara-gara sikapnya yang ketus ketika ada pertanyaan dan kritikan.
Kasus kedua. Ada Beni, yang sangat cerdas dalam hal-hal teknis dan membangun bisnisnya. Sayangnya, Beni orang yang sangat emosional. Bahkan, banyak anak buahnya yang keluar. Hal terburuknya adalah tatkala salah satu anak buah yang sudah lama bersama dengannya keluar. Sebenarnya, si anak buah itu menunggu Beni mintya maaf. Tapi Beni adalah orang yang tatkala emosinya tak terkendali, ia menjadi sangat pendendam dan tidak mau mengalah. Akhirnya, si anak buah itu justru mengumpulkan kembali anak buah Beni dulu yang sempat keluar lantas membangun bisnis lain. Ternyata bisnis itu begitu sukses dan Beni pun menjadi semakin dendam.
Di kasus kedua ini, kita menyayangkan sikap Beni yang seringkali tak terkendali. Kalau saja, ia bisa menahan dirinya dan mengendalikan emosinya. Mungkin saja, tidak akan ada banyak anak buahnya yang kabur. Itulahlah persoalan pengendalian diri (self management) Beni yang bermasalah.
Kasus ketiga Shirley. Shirley, sebenarnya punya potensi. Sayangnya, ia tampak terlalu ambisius. Ia suka menceritakan kesuksesan dan kehebatan dirinya. Padahal, kadang orang sudah merasa muak dengan ceritanya. Ia tidak peduli dan tidak mau memberikan kesempatan kepada orang lain. Akibatnya, meskipun ia tampak banyak prestasi, tapi karir dan kesempatannya tidak terlalu bagus. Bagi pimpinannya, ia tampak terlalu egois dan terlalu memikirkan dirinya sendiri.
So, di kasus ketiga ini, kita menjumpai seorang Shirley yang sebenarnya sangat ambisius tapi karena tidak peduli dengan orang lain, akhirnya justru tidak ada yang peduli kepadanya. Boleh dikatakan Shirley punya masalah soal kemampuannya untuk merasakan orang lain. Social awareness-nya atau empatinya bermasalah.
Kasus keempat. Ini soal Kunto yang suka memanfaatkan orang lain. Reputasinya menjadi terkenal, sehingga orang-orang cenderung menjauhinya. Di kantor, kalau ia membutuhkan seseorang, makai a akan mendekati orang tersebut. Bermanis-manis. Tapi, kalau merasa tidak butuh, maka orang itu akan dia cuekin. Akibatnya, banyak orang yang merasa jengkel dengan sikapnya Kunto. Terutama, kalau dia membutuhkan bantuan teman-temannya, ia bisa sangat memaksa. Tetapi, kalau orang lain yang membutuhkannya, ia bisa menjadi sangat cuek!
Di kasus keempat ini, kita melihat bagaimana seseorang mempunya masalah dalam hal interaksi dan pergaulan dengan orang lain. Akibatnya, hubungannya dengan orang lain menjadi sangat artifisial (di atas permukaan saja). Orang pun menjadi tidak suka. Dan bisa dibayangkan, hal itu pun akhirnya akan berdampak pula terhadap pekerjaaanya dan karirnya Kunto sendiri. Orang-orang di kantor pun tidak ada yang mau mendukungnya. Lantaran, tahu bahwa Kunto adalah orang yang oportunis!
So, dari keempat kasus ini, kiranya kita bisa menyimpulkan satu hal penting.
Betapa, kecerdasan emosional bisa membantumu menjadiu lebih sukses, atau justru yang membuatmu terjegal dari perjalanan karirmu.
Jangan sampai karirmu mandeg, gara-gara EQ-mu yang bermasalah.
Jadi, mulai sekarang perhatikan dan kembangkanlah keempat aspek kecerdasan emosional (EQ) tersebut!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |