- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Belum lama ini, kasus First Travel mencuat dan bikin heboh gara-gara pemiliknya berhasil menipu hingga sekitar 800 Milyar untuk uang setoran umroh. Uangnya yang dipakai untuk keperluan pribadi pun menjadi sensasi. Kasus heboh lainnya, United Nation Swissindo (UN Swissindo) yang menjamin bisa membayarkan hutang nasabah ke perbankan. Mereka mengeluarkan surat pelunasan hutang yang ternyata palsu. Yang paling parah, bisa ambil uang sebesar 1.200 dolar AS atau sekitar Rp15 juta di sebuah bank nasional per satu kupon. Harga per kupon hanya Rp35 ribu. Uangnya dari mana? Penipunya mengklaim, itulah dana dari harta Sukarno yang kini berada di bank Swiss. Pertanyaannya, mengapakah masyarakat kita masih gampang tertipu? Bagaimanakah psikologi dibalik penipuan ini? Belum lagi, arisan online serta berbagai money game yang masih terus merajalela di masyarakat kita.
Sejarah Penipuan Yang Terus Berulang
Sejarah penipuan sebenarnya sudah lama. Mari kita belajar dari sejarah penipuan masyarakat. Salah satu yang terkenal, terjadi di sekitar tahun 1920 di New England, Amerika Serikat. Ada seorang bernama Charles Ponzi menjanjikan kepada para investor untung sebesar 40 pence dalam 90 hari untuk investasi senilai 5 pence saja. Bayangkan, betapa menggiurkan untuk masa depresi pada waktu itu?
Pada orang-orang tersebut, Ponzi menjelaskan ia berencana memperoleh untung dari memanfaatkan perbedaan suku mata uang antara dolar dengan mata uang lain. Ia berjanji akan membeli perangko internasional di satu negara dan menjualnya di negara lain dengan harga yang lebih mahal untuk memperoleh untung. Ternyata orang percaya. Dan, usahanya pun sukses!
Di bulan Mei 1920, ia berhasil mengumpulkan 420.000 dolar. Artinya, kalau dihitung dengan inflasi saat ini, akan bernilai 5,13 juta dolar AS. Di bulan Juni, orang-orang telah menginvestasikan 2,5 juta dolar AS. Di awal bulan Juli, Ponzi menerima jutaan dolar per minggunya. Di akhir Juli, ia bahkan menerima satu juta dolar per harinya. Bayangkan, satu juta dollar per hari di tahun 1920! Betapa kaya rayanya dia!
Namun pada akhirnya, usaha penipuan Ponzi menemukan titik jenuh. Jumlah uang dari investor baru tak sebanyak uang yang harus dibayar ke investor yang sudah ada. Bisnisnya pun kolaps. Dan tahukah Anda, ketika Ponzi diselidiki, ia ternyata hanya pernah membeli perangko senilai 30 dolar saja. Jadi, semua yang terjadi hanya penipuan saja.
Penipuan Ala Ponzi Yang Masih Manjur Dipakai
Bayangkan, penipuan itu terjadi nyaris seabad lalu, tapi sampai sekarang kita terus-menerus mendengar orang tertipu dengan model bisnis ala Ponzi ini. “Ayo, rugi kalau kamu nggak ikutan!”, “Dia bisa untung segitu dalam waktu singkat, masak kamu nggak mau?”, “Artis aja ikutan kok”. Berbagai bujuk rayu dilakukan. Dan kalau kita terjebak dalam iming-iming itu, korbanpun berjatuhan!
Makanya, segala yang too good to be true, harusnya kita waspadai. Jangan sampai kita ingin untung, malah jadi buntung!
Inilah Trik Penipuan Yang Sering Digunakan
Ada beberapa teknik berulang-ulang yang sering digunakan para penipu untuk menipu seseorang. Diantara trik psikologis yang sudah usang, tapi masih manjur dan efektif adalah:
Pertama, janji keuntungan berlipat ganda. Disinilah biasanya keserakahan seseorang dipancing, sehingga tidak waspada. Misalkan saja yang banyak beredar adalah skema ponzi atau money game yang “nilai balik investasinya” luar biasa. Misalkan, ada yang menjanjikan dengan menabung sekian rupiah, kembaliannya dalam sebulan bisa 20 hingga 30 persen. Tentu saja, angka ini menggiurkan. Awalnya, uangnya masih kembali. Lantas, orangpun jadi makin serakah karena merasa sangat menguntungkan hingga akhirnya, makin banyak uang yang disetornya. Tahu-tahu, setelah sekian lama, pembayarannnya mulai seret hingga uangnya tidak pernh dikembalikan.
Kedua, membantu segera bebaskan orang dari masalahnya. Misalkan saja, bagi yang pingin kerja, hanya dengan setoran tertentu akan dipermulus jalannya. Atau, orang yang sedang punya masalah keuangan (hutang), bisa dibantu dilunasi segera dengan menyetorkan sejumlah uang tertentu.
Ketiga, rejeki yang tiba-tiba. Biasanya, tiba-tiba seseorang dihubungi orang yang tidak terdeuga bahwa mereka memenangkan undian, ataupun no HP-nya ataupun dirinya terpilih untuk mendapat hadiah. Dan masih banyak rejeki “nomplok” lainnya. Disini orang merasa begitu senangnya yang membuat mereka gampang ditipu karena harus menyetornya uang tertentu yang lantas tidak pernah bisa kembali. Hadiah-hadiah yang dijanjikan itupun ternyata palsu.
Keempat, harapan dan keinginan seperti yang lainnya. Missalnya saja ingin segera menikah, ataupun ingin punya anak, maka dengan mudahnya mereka ditipu dengan pura-pura dipacari. Ataupun, termasuk kasus First travel. Karena saking inginnya bisa umroh, orang pun menjadi tidak was-was, meskipun uang yang dibayar sangat jauh dibawah harga yang dipatok pemerintah.
Kelima, rasa bersalah, rasa kasihan dan rasa berkewajiban. Sebagai contoh, misalkan peminta-minta yg menggendong bayi atau minta uang sumbangan untuk korban bencana alam ataupun permintaan sumbangan pembangunan rumah ibadah yang tidak jelas lembaga, maupun lokasinya. Orang hanya merasa menolong tetapi tidak sadar bahwa uangnya entah dikemanakan.
Tips Tidak Mudah Tertipu
Mulai sekarang, mind set yang perlu dibangun adalah jangan mudah percaya, apalagi sesuatu yang “too good to be true” bahkan nyaris tidak masuk akal. Ataupun tawaran dari orang yang tidak kita kenal sama sekali, atau juga dari lembaga yang tidak dikenal kredibilitasnya sama sekali.
Kedua, janganlah langsung merespon atau reaktif. Sebagai contoh kadang ini terjadi di mall-mall, Anda dikasih hadiah gratis tapi harus beli ini dan itu, janganlah langsung cepat respon. Sebaiknya, kita pikirkan apakah kita memang bener-bener membutuhkannya.
Berikutnya, ask second opinion, cari tahu pendapat orang lain. Tanyakan pendapat dan pandangan orang terdekatmu. Kadangkala, mereka bisa lebih jernih dalam melihat sesuatu.
Selain itu, repotlah sedikit untuk mau sari informasi. Kalau perlu tanyakan dan kumpulkan informasinya di internet atau pun tanya kepada lembaga yang jelas. Misalkan ketika menang undian dari produk tertentu, tanyakan kepada bagian pelayanan pelanggan perusahaan apakah memang benar undiannya.
Hal lainnya adalah cek latar belakang pihak tersebut. Jika perlu carilah dan minta referensi serta latar belakangnya bagaimana kondisi orang ataupun lembaga yang Anda akan berhubungan. Semakin banyak kita tahu, semakin kita bisa menilai kredibilitas mereka.
Akhirnya, jangan sungkan untuk bertanya ataupun protes apalagi kalau merasa ada yang kurang beres. Pepatah mengatakan, malu bertanya sesat dijalan. Dalam hal ini, malu bicara ditipu orang! Lebih baik kita dicap reseh ataupun cerewat, daripada berusaha dibilang baik tapi ujung-ujungnya kita kena tipu!
Semoga saja kita lebih waspada dalam menghadapi bisnis tipu sana sini yang pintar memanfaatkan kelemahan Anda ini!
Anthony Dio Martin, trainer, inspirator, Managing Director HR Excellency & Miniworkshopseries Indonesia, penulis, executive coach, host radio di SmartFM
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |