- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Ada satu kalimat dalam kelas negosiasi yang tak pernah akan saya lupakan. “Dalam hidup ini, kamu bukan memperoleh apa yang seharusnya kamu dapatkan, tapi kamu akan mendapatkan apa yang berani kamu negosiasikan”. Betul banget kan?
Cobalah lihat seluruh hidupmu sekarang! Karir, bisnis, keuanganmu!
Bahkan kadang pasangan sekalipun, ditentukan juga oleh kemampuan negosiasimu. Bahkan, saya punya seorang teman yang sekarang menikahi menikahi seorang wanita cantik yang nyaris menikah dengan laki-laki lain. Namun, oleh karena laki-laki yang dulunya dipacari oleh istrinya itu terus mengulur-ngulur waktu, akhirnya datanglah teman saya tersebut yang bernegosiasi dengan keluarga istrinya. Akhirnya, disepakati dan ternyata istrinya juga mau. Jadilah mereka menikah. Tatkala, pacar istrinya tersebut buru-buru menyanggupi, kondisinya sudah terlambat. Mereka kini berbahagia dengan perkawinannya dengan dikarunia satu anak.
Nah, mari kita bicara soal pentingnya negosiasi ini dalam hidupmu!
Khusus menyangkut soal ini, saya ingin menceritakan dua pengalaman pribadi terkait negosiasi. Kedua pengalaman ini menjadi pengalaman tak terlupakan dalam hidup saya karna saya sungguh belajar dari pengalaman tersebut.
Kisah pertama, adalah pengalaman karena tidak melakukan negosiasi sama sekali. Kejadian itu terjadi saat saya hendak menerbitkan buku saya yang pertama. Kondisi waktu itu, saya begitu ngebetnya untuk menerbitkan buku saya yang pertama. Maka, sayapun dipertemukan dengan seorang publik figur. Saya sudah terlanjur terkesima dengan dia, dan itulah salah satu kesalahan dalam negosiasi!
So, ia seorang pebisnis, kadang juga jadi pembicara. Saya dipertemukan dengannya sebab ia punya penerbitan. Maka, saya pun berusaha kerjasama dengannya. Ia pun menyanggupi dan tidak berbicara apapun soal pembagian hasil ketika bukuku nanti terbit. Saat itu, ia mengatakan bahwa ia akan memberikan royalty yang terbaik buatku. Lagipula, aku pun percaya padanya karana selain publik gigur, dia juga banyak bicara soal kerohanian. Saya pikir, “Tak mungkin ia akan merugikan aku”. Namun, apa yang terjadi berikutnya adalah pembagian yang sangat kecil buatku sebagai penulis. Selain itu, pembagiannya juga terasa tidak adil jika dibandingkan dengan waktu dua tahun yang harus saya habiskan untuk menuliskan buku itu.
Tahu nggak? Royalti yang dibayarkan ke saya hanya sekitar1000 rupiah kurang per bukunya. Padahal,ongkos parkir saat itu saja sudah sekitar 1000. Dan bukunya saya dijual sekitar 50rb sampai 60rb. Namun, saat itu saya tidak bisa mengelak apalagi protes karena saya tidak membicarakan dengan detil di depan. Plus waktu itu saya tidak membuat kontraknya sama sekali karena merasa sudah percaya kepadanya. Itulah pelajaran pahit tentang pentingnya negosiasi sejak awal yang saya pelajari.
Bukan si pebisnis itu yang salah. Menurut ilmu negosiasi, sayalah yang salah. Pertama, terlalu ngebet pingin terbitin buku. Kedua, sudah terkesima dengan si public figure ini dan kalah set duluan. Dan ketiga, tidak pakai perjanjian tertulis sama sekali.
Kisah kedua adalah kisah kebalikannya. Kali ini, saya telah belajar soal pentingnya bernegosiasi. Dan ceritanya pada saat itu, saya dihubungi oleh sebuah headhunter. Perusahaan yang melakukan jasa rekrutmen. Selain itu, mereka juga perusahaan jasa training dan juga konsultansi bisnis. Saat itu saya melamar untuk sebuah perusahaan yang menjadi klien mereka. Sampai-sampai saat itu saya harus memberikan slip gaji saya untuk menunjukkan berapa gaji saya waktu itu. Namun, setelah obrolan beberapa jam, justru headhunter ini tertarik merekrut saya kerja di internal mereka.
Belajar dari pengalaman negosiasi, saya pun mengatakan, “Saya melamar untuk klien Anda. Tapi, kalau mau ke perusahaan lain, boleh sih tapi berarti kita harus negosiasi ulang. Saya kepingin tawaran gaji yang baru dengan posisi yang lebih baik juga.” Lantas, saya kemudian katakan bahwa saat itu saya bekerja di perusahaan bagus dengan kondisi yang bagus juga, sehingga sebenarnya nggak terlalu kebelet banget untuk keluar.
Ujung-ujungnya, ternyata justru pernyataan saya disanggupi. Saya pun kemudian pindah ke perusahan yang merekrut saya tersebut. Dengan gaji dan posisi yang lebih tinggi. Lebih beruntungnya, saya membayangkan kalau saja saya masih di perusahaan lama, akan butuh tiga empat tahun lagi buatku untuk bisa menyamai gaji yang saya negosiasikan hanya dalam beberapa jam itu.
Itulah yang terjadi, karena saya berani menegosiasikan. Suatu negosiasi yang akhirnya mempengaruhi hidup dan karirku.
Nah, bagaimanakah dengan Anda?
Sadarkah, berapa banyak hasil yang kamu perolah saat ini, adalah karena ditentukan oleh kemampuan negosiasimu?
Bahkan, dalam organisasi pun banyak kebocoran dan potensi kerugian yang seharusnya bisa dicegah dan diselamatkan, kalau saja ada orang-orang yang pintar bernegosiasi di organisasi tersebut.
Jadi, kalau disimpulkan inilah 3 kerugian terbesar ketika kita tidak mampu bernegosiasi.
Pertama-tama, kehilangan peluang.
Ceritanya, ada seorang manager yang sebenarnya tertarik dengan sebuah posisi di cabang yang lokasinya dekat dengan rumahnya. Perusahaannya itu, hanya berencana akan membuka cabang tapi belum ditentukan siapa yang akan jadi pimpinan cabangnya. Memang, biasanya untuk menjadi pimpinan cabang butuh ketrampilan umum karena harus bisa mengurusi banyak hal. Karena merasa kurang pede dan tidak capable, manager inipun tidak berani mengungkapkannya kepada atasannya. Padahal, dalam hati kecilnya, ia sebenarnya kepingin. Singkat cerita, posisi itu lantas diberikan kepada orang lain yang sebenarnya juga nggak terlalu capable banget. Waktu ketika, tahu bahwa yang diminta jadi kepala cabang tersebut adalah orang tersebut, si manager ini agak menyesal. Di akhir tahun, waktu acara makan ulang tahun perusahaan, akhirnya si manager kesampaian bertemu pimpinan perusahaan dan bercerita bahwa ia sebenarnya kepingin memimpin cabang itu. Respon si pemilik perusahaan itu adalah kaget dan berkata, “Kenapa kamu nggak bilang. Kalau kamu bilang, mungkin kita akan mempertimbangkan posisi itu buat kamu!”. Too late!
Kedua, kamu tidak tahu apa yang seharusnya kamu bisa dapatkan.
Kisah ini terjadi dengan seorang klien yang menyewa kantor di sebuah gedung. Akhirnya setahun lewat dan si klien ini memutuskan akan pindah. Dan dalam pertemuan penutupan kontrak dengan pemilik gedung, si klien yang menyewa mengatakan bahwa mereka ingin cari lokasi yang dekat hotel yang bisa dijadikan tempat meeting. Saat itulah, si pemilik gedung mengatakan, “Mengapa harus mencari hotel kalau sebenarnya ruangan-ruangan di gedung yang kosong bisa mereka jadikan sebagai tempat meeting?”. Dan yang mengagetkan adalah ketika si klien terbelalak dan berkata, “Memangnya boleh ya kalau kita meminta ijin menggunakan tempat yang kosong”. Lantas, dijawab, “Boleh kok, selama nggak dipakai. Lagipula selama ini Anda nggak meminta peminjaman. Kalau ada yang minta, bisa kami usahakan”. Rupanya, hal itu tidak ada dalam kontrak. Tapi ternyata, memungkinkan. Sayangnya, ketika klien ini mau memperpanjang, sudah tidak bisa karena lokasi mereka sudah ditempati klien yang lain. Coba saja, kalau mereka mengosiasikan kepada pemilik gedung, berapa banyak biaya yang harusnya bisa dihemat? Selama ini, mereka Terpak harus meenting dan pertemuan dengan klien mereka di hotel-hotel yang terkadang tidak perlu.
Ketiga, potensi kerugian atau kehilangan uang.
Kejadian ini terjadi pada saat membeli jas. Sebenarnya di toko supermarket itu, semua harga sudah ditetapkan. Sehingga tidak mungkin untuk bernegosiasi. Namun, terkadang prinsip yang dikatakan oleh Herb Cohen ada benarnya, “Segala sesuatu bisa dinegosiasikan”. Maka, waktu ketika melihat ada jahitan yang sangat tidak rapih serta ada guntingan yang salah. Saya merasa agak kurang ikhlas untuk membayar harga penuh. Maka, saya pun menemui penjaga counter untuk minta discount. Awalnya, jawabannya, “Sudah harga fixed, tidak ada discount”. Tapi, saya minta untuk ketemu dengan kepala toko, yang setelah melihat jasnya dengan senang hati memberi discount 25%. Lumayan, dari harga jas jutaan, dan mendapat discount 25%. Bayangkan, kalau saya tidak mencoba menawar, maka saya akan pulang dengan harga penuh plus kondisi barang yang agak rusak dikit (meskipun sebenarnya nggak kelihatan dari luar sih).
Jadi, pertanyaannya sekarang: pintarkah Anda bernegosiasi? Malaskah Anda bernegosiasi? Takutkah Anda bernegosiasi? Please don’t! Karena sekali lagi, apapun yang akan kami peroleh ataupun nikmati akan ditentukan kemampuanmu dalam bernegosiasi. Dan berita baiknya, seperti kata Herb Cohen, hampir semuanya bisa kita negoasiasikan?
Mau pintar negosiasi? Belajar yuk!
Notes:
Sstttt!
Ada berita baik nih!
Di HR Excellency kami telah kembangkan sebuah program negosiasi dimana peserta akan belajar dengan simulasi langsung. Program ini diimpor langsung dari Rusia untuk mengajarkan teknik-teknik negosiasi praktis dengan umpan balik langsung. Namanya PEAK NEGOTIATOR. Untuk mendapatkan informasi detil mengenai program ini, silakan menghubungi kami di: 021-3518505 atau 021-3862521 atau email: info@hrexcellency.com
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |