- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
“Apa yang tidak bisa diukur, maka nggak akan bisa dikelola”, kata Guru Manajemen Peter Drucker. Itu sebabnya maka perlu pengelolaan kinerja (performance management) sebagai bentuk manajemen pekerjaan.
Ada banyak organisasi yang tidak kelola kinerja karyawannya. Dampaknya, ada yang tiap akhir tahun nyaris semua merasa telah mencapai targetnya padahal sejak awal tidak ada perencanaan sama sekali. Ada juga organisasi yang setiap akhir tahun selalu pakai kurva normal. Jadi karyawannya dipaksa, harus ada yang bagus dan ada yang nilainya jelek. Lantas, mereka pun digilir, yang tahun ini dapat nilai bagus maka di tahun depannya, ia tidak boleh lagi dapat nilai bagus.
Dampak negatif dari manajemen kinerja yang buruk adalah karyawan bekerja seringkali bekerja bukan berdasarkan target, dan bisa asal-asalan. Selain itu, yang kerjanya bagus juga merasa malas karena mau bekerja rajin ataupun tidak, seringkali tidak berpengaruh di hasilnya. Itulah sebabnya manajemen kinerja menjadi penting. Dan leader yang baik akan menggunakan manajemen kinerja untuk mendrive anak buahnya untuk bekerja.
Manajemen kinerja yang baik dimulai dengan merencanakan (planning) lalu diikuti dengan eksekusi, monitoring serta coaching. Artinya sebuah manajemen kinerja dimulai dengan merencanakan ukuran-ukuran target (KPI = key performance indicator) yang jelas. Lantas, terget itulah yang dieksekusi. Selanjutnya, dimonitor dan dicoach pencapaiannya.
Dengan adanya manajemen kinerja yang baik, manajemen jadi lebih jelas soal apa yang mau dicapai dan apa yang harus dieksekusi dan difeedback. Ujung-ujungnya, itu pula yang akan dijadikan sebagai bahan untuk diberikan reward (atau punishment) saat seorang karyawan berhasil atau gagal mencapainya.
1. Start from planning. Kinerja karyawan dimulai dari perencanaan. Makin banyak jumlah karyawannya, makin perlu dikelola dengan KPI. Adanya KPI membuat aturan jadi fair. Karyawan tahu apa yang diharapkan darinya dan manajemen juga menggambarkan dengan jelas apa yang diharapkan. Biasanya, ketika KPI tercapai, besaran insentif, penghargaan ataupun apa yang bisa diharapkan diperoleh juga ditetapkan. Dengan demikian, ini juga memicu karyawan jadi termotivasi bekerja.
2. Monitoring and coaching. Dalam manajemen kinerja, karyawan tidak dibiarkan begitu saja. Ada proses monitoring bagaimana kinerjanya. Ada kalanya ketika kinerja menjadi buruk dan terus-menerus tak tercapai, saat itulah perlu evaluasi. Perusahaan jangan membiarkan hasilnya terus menerus tak tercapai. Harus dilihat mengapa demikian, dicari penyebabnya dan segera diantisipasi agar situasi bisa menjadi lebih baik. Bagi yang kinerjanya memburuk dan terus menerus turun, ada baiknya dilakukan coaching.
3. Reward and punsihment. Ujung dari performance management adalah penghargaan dan imbal jasa. Ketika KPI tercapai, pastinya karyawan berharap adanya recognition, penghargaan serta pujian. Pujian bisa dalam bentuk kata-kata afirmasi hingga insentif finansial. Ketika perusahaan sudah menetapkan KPI-nya maka tanggung jawab perusahaan untuk memenuhinya. Jika tidak, selain kecewa, karyawan pun akan jadi demotivasi.
So mulai sekarang, ayo budayakan mengelola pekerjaan dengan manajemen kinerja. Jika bisa terukur maka artinya juga bisa ditingkatkan.
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |