- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Saat musibah, bukan saja dibutuhkan perencanaan dan tindakan cerdas. Sikappun menentukan. Itulah sebabnya EQ (Kecerdasan Emosional) juga dibutuhkan saat musibah terjadi. Nah bagaimanakah prinsip Kecerdasan Emosional (EQ) ini bisa menolong kita, hadapi musibah?
Yang jelas, belakangan ini, banyak musibah terjadi. Mulai dari gempa bumi, hingga banjir yang umumnya terjadi di akhir Januari, justru terjadi di awal tahun. Sikap masyarakat juga macam-macam: ada yang meratapi, memaki-maki tapi ada juga yang memberi masukan positif. Sampai-sampai muncul seloroh, “Kita mengakhiri tahun dengan kenangan, tapi memulai tahun dengan genangan”. Dan tragisnya sementara Indonesia dilanda musibah banjir di awal tahun, Australia justru dilanda kebakaran hutan meluas yang amat memprihatinkan.
Bicara soal musibah. Saya sendiri teringat pengalaman banjir besar di tahun 2002 yang tak pernah terlupakan. Saat itu, saya tinggal di wilayah Pulomas. Sungguh tidak pernah terpikirkan soal banjir karena kejadian itu tak pernah terjadi. Hingga di awal tahun itu terjadilah hujan deras yang berkepanjangan. Suatu malam, air mulai masuk, dan menggenang. Pikirku, ini akan segera reda dan surut kembali. Tapi apa yang terjadi? Hingga seminggu ke depannya air justru makin bertambah. Ketinggian air hingga sedada orang dewasa. Padahal rumah kami hanya satu tingkat. Sayangnya, kesadaran soal bahaya banjir ini agak terlambat. Baru di hari ketiga mulai menindahkan barang-barangnya. Sementara, banyak lemari, sofa, buku, dokumen yang rusak. Lemari es yang begitu beratpun sampai terapung-apung. Begitu juga kendaraan motor dan mobil, tergenang. Dan setelah seminggu lebih banjir itu surut, dibutuhkan berhari-hari untuk membersihkan rumah dari lumpur.
Akhirnya, dari sinilah, saya belajar soal bencana yang seringkali berubah menjadi malapetaka. Pertama-tama, dikarenakan kurangnya pengalaman, jadi sering kali menyepelekan. Kedua, terlalu optimis sehingga saat musibah masih kecil seringkali berkata, “Ini nggak apa-apa dan akan segera reda”. Dan tarakhir, tidak siap sama sekali dengan skenario terburuk”.
Kok Nggak Kapok-kapok Sih?
Kita sudah seringkali melihat bahkan mengalami musibah. Misalkan saja banjir atau gempa. Tapi, mengapakah kita begitu mudah melupakan kejadiannya, dan tidak mengambil langkah antisipatif?
Penjelasannya ada di ilmu psikologi kognitif. Intinya, pikiran kita saat punya masalah, atau alami musibah adalah kepingin segera keluar dari situasi itu. Kita nggak peduli, yang penting bisa beres. Dan saat musibah atau masalah itu selesai, kita lega dan kita pun jadi lupa. Apalagi saat ada urusan-urusan lain yang lebih penting dalam hidup kita. Maka musibah inipun mulai terlupakan, lalu kita terjebak lagi dengan hal yang sama di masa berikutnya.
Sebagai contoh, seperti misalkan sekarang, kita alami “banjir”. Otak kita pikir, “gimana caranya bebas dari banjir ini?”. Setelah selesai, kita pun lupa. Karna nggak penting lagi. Sampai terjadilah banjir berikutnya. Kesimpulannya, otak kita memang susah belajar dari kesalahan!
Selain itu, ini ada kaitannya dengan persoalan antara emosi dengan logika kita. Manakah yang lebih kuat? Tentu saja emosi. Misalkan, tatkala banjir. Kita jadi kesel, marah dan ingin segera selesai. Lantas, masalah banjir pun akhirnya berlalu dengan berjalannya waktu. Berikutnya, kita tahu bahwa penyebabnya adalah sampah atau selokan yang menyumbat. Logika mengatakan, ayo kita perbaiki saluran, dll. Tapi kan itu merepotkan, maka kita pun tunda. Alasannya? Nggak urgent dilakukan (karna sudah tidak ada lagi banjir). Kita pun menunda. Hingga tahun berikutnya, terjadi banjir lagi! Disinilah kita melihat betapa kuatnya pengaruh emosi kita. Dan sayangnya, emosi memiliki memori pendek yang terkadang membuat kita lebih fokus pada apa yang terjadi sekarang.
So, Bagaimana Bersikap?
Menghadapi musibah, ada sebuah perilaku penting yang disebut “disaster preparedness behavior“. Perilaku ini menjadi kajian dalam bidang studi ecological psychology (psikologi ekologi). Intinya, bicara soal perilaku hadapi bencana yang mungkin terjadi, sehingga saat terjadinya: dampaknya minimal, cepat pulih kembali serta bisa segera berdayakan sumber daya yang ada untuk hadapi bencana itu. Gimana caranya?
Untuk itulah kecerdasan emosi yang ditunjang logika, sangat diperlukan. Ada 4 perilaku disaster preparedness yang penting. Pertama-tama, sikap pencegahan. Intinya, “bagaimana supaya tidak terjadi atau dampaknya tidak terlalu banyak”. Apa yang masih bisa dilakukan untuk mencegah? Apa yang berkontribusi terhadap sumber musibah yang bisa dihindari?
Kedua, sikap persiapan. Intinya, kalau-kalau sampai terjadi, apa yang harus dilakukan? Disinilah kadang skenario pesimis diperlukan. Kalau sampai hal terburuk terjadi, apa yang akan dilakukan? Apakah yang perlu kamu persiapkan? (mulai dari persiapan logistik, nomer kontak, sampai mengajari anak-anak merespon)
Ketiga, perilaku. Pada saat akhirnya musibah itu terjadi, apa yang akan dilakukan. Intinya, ketika musibah berlangsung, bagaimana sikap terbaiknya? Langkah-langkah apa yang harus dilakukan? Bahkan, anak-anak harus diajari bagaimana harus bersikap dan berperilaku saat kecelakaan terjadi! Termasuk, menyiapkan worse case scenario (skenario terburuknya)! Apa langkah-langkah terbaik yang harus dilakukan dalam situasi buruk?
Akhirnya, keempat, pemulihan. Intinya, setelah musibah selesai, bagaimana harus bersikap? Setelah musibah berlalu, apa yang harus dilakukan? Mana yang masih bisa diselamatkan, mana yang harus dilupakan? Dan terpenting, apa yang bisa dilakukan untuk mencegah kerugian ini terjadi lagi ke depannya?
Demikianlah artikel ini mengingatkan kita bahwa musibah mungkin tidak bisa dihindari. Akan tetapi, sikap serta perilaku kita bisa membuat musibah itu tidak berdampak terlalu berlebih. Atau, boleh dikata, sikap kita bisa membuat musibah tidak berubah jadi malapetaka. Jangan sampai kita sekedar menyalahkan Tuhan, padahal sikap dan tindakan kitalah yang memicu atau justru memperparah situasi itu!
Anthony Dio Martin
(Writer, Inspirator, Speaker, Entepreneur)
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |