- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Dalam dunia bisnis maupun kehidupan sehari-hari, kualitas komunikasi sering kali menjadi pembeda antara sukses dan gagal. Namun, komunikasi bukan sekadar berbicara atau mendengar; ia adalah seni yang melibatkan inquiry dan advocacy untuk mencapai tujuan yang lebih besar: wawasan dan pemahaman.
Bayangkan sebuah laut yang tenang dan jernih. Lalu, tampaklah karang-karang yang indah. Inquiry adalah seperti menyelam ke dalam laut itu dengan rasa ingin tahu, mencari apa yang tersembunyi di dasar. Anda tidak menyelam hanya untuk melihat permukaannya, tetapi untuk menemukan rahasia yang ada di kedalaman. Inquiry yang dilakukan dengan niat yang tulus untuk memahami, membantu membuka jalan menuju pengetahuan dan pemahaman yang lebih dalam.
Misalnya, saat Mary Barra, CEO General Motors, menghadapi krisis saat penarikan besar-besaran mobil karena masalah keselamatan, ia tidak hanya menanyakan “mengapa ini terjadi?” tetapi juga mendekati masalah dengan rasa ingin tahu yang mendalam. Dia mengajukan pertanyaan terbuka kepada timnya, mencari tahu bagaimana kesalahan itu bisa terjadi dan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaikinya. Dengan inquiry yang fokus pada pembelajaran dan solusi, bukan pada menyalahkan, ia mampu membangun kembali kepercayaan dan membawa perusahaan melewati masa sulit tersebut.
Namun, jika inquiry dilakukan dengan dasar kritik atau dengan niat untuk menemukan kesalahan, itu seperti menyelam ke laut yang sama dengan tujuan untuk mencari pasir, lumpur dan kotoran. Hal ini tidak hanya mencemari air, tetapi juga menciptakan ketegangan di antara mereka yang terlibat. Inquiry semacam ini bisa menimbulkan pertahanan diri dan perpecahan dalam tim.
Sekarang bayangkan Anda adalah seorang kapten kapal yang sedang menavigasi lautan. Advocacy adalah seperti memegang kompas dan peta, menegaskan arah mana yang akan diambil kapal Anda. Dengan advocacy yang jelas dan tegas, Anda mengarahkan kapal (tim Anda) menuju tujuan yang telah ditentukan, memastikan semua orang di kapal memahami arah dan alasan di balik keputusan tersebut.
Contoh lain yang menggambarkan kekuatan advocacy adalah Steve Jobs saat memperkenalkan iPhone pertama kali. Jobs tidak hanya mengadvokasi produk baru; ia memberikan visi yang jelas tentang bagaimana iPhone akan mengubah dunia. Dengan kejelasan dan keyakinan, Jobs mampu mengarahkan Apple ke arah yang benar, membuatnya menjadi salah satu perusahaan paling berharga di dunia.
Namun, seperti halnya kapten kapal yang salah arah karena tidak memeriksa kompas dengan benar, advocacy yang dilakukan dengan persaingan atau ego yang berlebihan bisa membawa tim ke arah yang salah. Advocacy semacam ini sering kali diwarnai oleh monolog yang mengabaikan perspektif orang lain, menghambat dialog, dan menciptakan suasana kompetitif alih-alih kolaboratif. Anda terus menerus bicara, tanpa memberi kesempatan pada orang lain, buat utarakan opininya.
Di tengah-tengah antara inquiry dan advocacy, ada satu keterampilan yang sering kali diabaikan, tetapi sangat penting: mendengarkan. Mendengarkan adalah jembatan yang menghubungkan inquiry dan advocacy, seperti tali yang menghubungkan penyelam dengan permukaan air, memastikan bahwa mereka tidak tersesat di kedalaman.
Seorang pemimpin yang mendengarkan dengan baik dapat menyeimbangkan inquiry dan advocacy, menciptakan percakapan yang tidak hanya menghasilkan wawasan tetapi juga membawa tim menuju keputusan bersama yang kuat. Misalnya, Satya Nadella, CEO Microsoft, dikenal sebagai pemimpin yang sangat baik dalam mendengarkan. Dalam perannya, ia sering kali menggabungkan inquiry yang mendalam dengan advocacy yang jelas, sambil tetap mendengarkan masukan dari timnya. Hal ini memungkinkan dia untuk mengarahkan Microsoft melalui transformasi besar dengan sukses.
Kualitas percakapan tidak terjadi begitu saja; ia dibangun dari serangkaian tindakan kecil—pertanyaan yang diajukan dengan rasa ingin tahu, pernyataan yang dibuat dengan kejelasan, dan mendengarkan yang dilakukan dengan sepenuh hati. Ketika inquiry dan advocacy dilakukan dengan niat yang benar, percakapan berubah menjadi alat yang kuat untuk kolaborasi, pembelajaran, dan inovasi.
Sebaliknya, jika inquiry dilakukan dengan kritik dan advocacy dilakukan dengan niat bersaing, percakapan justru bisa menjadi ajang konflik dan pertikaian. Di sinilah peran seorang pemimpin yang bijak diperlukan, untuk menavigasi percakapan dan memastikan bahwa setiap suara didengar dan setiap ide dihargai.
Akhirnya, dapatlah kita simpulkan bahwa menjadi pemimpin yang baik bukan hanya tentang mengarahkan tim, tetapi juga tentang menciptakan ruang percakapan yang sehat. Sebuah ruang di mana inquiry dan advocacy bekerja bersama untuk menciptakan wawasan yang lebih dalam, di mana setiap anggota tim merasa didengarkan, dan di mana keputusan dibuat bersama dengan keyakinan penuh.
1. Start with clear intention. Mulailah dengan niat yang jelas. Seperti seorang penyelam yang berharap menemukan pemandangan indah di lautan berterumbu karang yang indah, pastikan Anda memiliki niat yang jelas sebelum memulai percakapan. Apakah Anda ingin belajar sesuatu yang baru (inquiry) atau menjelaskan sesuatu dengan jelas (advocacy)?
2. Asking open question. Ajukanlah pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka adalah kunci untuk mengungkap kedalaman pikiran orang lain. Misalnya, “Bagaimana menurutmu kita bisa memperbaiki situasi ini?” Pertanyaan seperti ini mendorong diskusi dan membuka ruang untuk ide-ide baru.
3. Use positive and non-confrontative language. Gunakan bahasa yang positif dan non-konfrontatif. Dalam inquiry, pilih kata-kata yang menunjukkan rasa ingin tahu, bukan kritik. Ini seperti menggunakan kompas yang tepat untuk menjaga arah percakapan tetap produktif.
4. Advocate with clarity and context. Advokasi dengan kejelasan dan konteks. Saat mengadvokasi ide, sampaikan dengan kejelasan seperti seorang kapten yang menegaskan arah kapal. Berikan konteks yang relevan agar semua orang memahami alasan di balik pandangan Anda.
5. Practice active listening. Latihlah mendengarkan dengan aktif. Mendengarkan adalah seperti menyelam ke dalam percakapan dengan sepenuh hati. Dengarkan dengan tujuan untuk memahami, bukan hanya untuk merespons. Beri respons yang menunjukkan bahwa Anda benar-benar mendengarkan.
6. Maintain the balance of inquiry and advocacy. Jagalah keseimbangan antara inquiry dan advocacy. Seimbangkan inquiry dan advocacy seperti menjaga keseimbangan saat menyelam di laut. Terlalu banyak advokasi tanpa mendengarkan bisa membuat percakapan terasa satu arah, sementara terlalu banyak inquiry tanpa arah bisa membuat percakapan tidak produktif.
Dengan menerapkan tips ini, Anda dapat menciptakan percakapan yang lebih berkualitas. Manfaatnya, tidak hanya memperdalam wawasan tetapi juga memperkuat hubungan dan kerjasama dalam tim Anda.
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |