- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Epictetus, salah satu filsuf Stoik terkenal berkata, “Bukan kejadiannya tetapi cara kita memberikan makna atas apa yang terjadi, yang bikin kita menderita”. EQ juga mengajarkan soal kemampuan menata pikiran dan perasaan menghadapi kejadian setiap hari. Faktanya, ada banyak kemiripan filosofi EQ dengan Filsafat Stoik sebenarnya. Dengan mempraktekkan ilmu Filsafat Stoik atau Stoa sebenarnya kita bisa menjadi lebih cerdas emosi. Nah, apa sih Filsafat Stoik itu dan bagaimana ilmu stoikisme bisa membuat kita makin cerdas emosi? Kali ini, kita akan merangkum obrolan Bp. Anthony Dio Martin di Smart Emotion Radiotalk Kamis pagi yang secara khusus membahas mengenai „Filsafat Stoik dan EQ“.
Belakangan ini kan Filsafat Stoik jadi viral, padahal kan ini ilmu yang sudah ada sejak abad ke 3, kira-kira kenapa sih?
Pertama-tama, belakangan ini kita bertemu dengan begitu banyak problem yang skalanya global. Terus, ada banyak tekanan yang dialami dan kita saksikan, ada pandemi, ada perang, ada tekanan ekonomi, dan masih banyak. Dampaknya banyak orang yang depresi dan terhimpit oleh situasi ini. Nah, kita membutuhkan obat. Termasuk, Filsafat Stoik ini termasuk salah satu obat yang dicari, sejak dulu. Bahkan, kalau kita perhatikan, ada banyak pengakuan secara online, yang kita bisa lihat soal orang yang menderita depresi dan menjadi lebih baik setelah membaca buku-bukunya para filsuf Stoik seperti membaca buku “Meditations” karya kaisar dan filsuf Marcus Aurelius.
Faktor lainnya, juga dipicu oleh beberapa buku Stoik yang jadi populer dan banyak dibicarakan misalkan bukunya Hendry Manampiring, “Filosofi Teras” yang praktis dan mudah dibaca. Atau buku terjemahan “Meditation Marcus Aurelius: Jalan Stoik untuk Hidup Asyik” yang menghidupkan kembali pemikirannya Marcus Aurelius. Juga kuliah-kuliah filsafat yang banyak diikuti misalkan dari Salihara yang banyak ditayangkan di youtube. Juga, belakangan banyak pemikir Stoik yang diminta berbicara misalkan filsuf dan pengajar filsafat Massimo Pigliucci yang banyak bicara soal Stoik, yang juga penulis buku “How To Be a Stoic”. Mereka membuat Stoik, jadi mudah dipahami di masa modern ini.
Hal lainnya, terkait dengan alasan kenapa Filsafat Stoik atau Stoa ini menjadi viral. Ada dua hal penting, yakni; (1) mudah dipahami; dan (2) praktis sehingga mudah dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Apakah Filsafat Stoik itu sungguh bermanfaat, adakah contoh nyatanya?
Ada banyak kisah menarik di seputar Filsafat Stoik ini. Di tanggal 9 September 1965, James Stockdale seorang perwira AL Amerika sedang menerbangkan pesawat A-4 Skyhawk-nya. Tiba-tiba pesawatnya ditembak jatuh di Vietnam. Ia pun tertangkap. Dan sejak itu, ia hidup dalam penyiksaan yang luar biasa, di penjara yang disebut “Hanoi Hilton”. 7 tahun lamanya. Tapi, ia bercerita, untungnya 3 tahun sebelum kejadian itu, Stockdale sempat menempuh pendidikan filsafat di Stanford. Ia pun lulus dan saat lulus, salah satu komandannya yakni Philip H. Rinelander, memberi hadiah berupa buku Echiridion of Epictetus karya Epictetus. Buku itu kemudian ia baca isinya. Selama 7 tahun ditahan, isi buku itulah yang ia ingat dan terus memberinya inspirasi bagaimana ia harus hidup. Stockdale bercerita, sementara rekan-rekannya hidup dalam harapan palsu lalu menjadi depresi, ia hidup dalam pikiran yang lebih tenang meskipun ia berkali-kali disiksa dengan kejam.
Filsafat Stoik ini juga, konon yang menginspirasi Nelson Mandela. Selama 20 tahun di penjara, pernah suatu kali ia mendapatkan sebuah buku yang diselundupkan kepadanya. Buku itu adalah buku Meditation-nya Marcus Aurelius. Nelson Mandela pun berterima kasih atas isi buku ini yang membuatnya bisa bertahan dengan “waras” bahkan akhirnya bisa memaafkan.
Apa Sih Nilai-nilai Yang Dijunjung Dalam Filsafat Stoik itu?
Kalau diperhatikan, ada beberapa nilai utama yang dijunjung tinggi dalam Filsafat Stoik ini. Nilai-nilai itu diterjemahkan sebagai virtue (nilai mulia) bukan sekedar value (nilai). Jadi, ada minimal empat virtue yang diperhatikan dalam Filsafat Stoik itu. Keempat nilai utama itu adalah: (1) Kebijaksanaan (wisdom); (2) Keberanian (courage); (3) Keadilan/kejujuran (justice); (4) Kontrol Diri/Keseimbangan (temperance). Nah, kalau kita bicara soal Kecerdasan Emosional (EQ), nilai keutamaan Stoik yang keempat itu sangat dekat dengan EQ yakni bicara soal kemampuan menjaga kesimbangan diri dan mengontrol diri.
Jadi, Bagaimana Asal Mulanya Filsafat Stoik itu sih?
Bermula dari Zeno, seorang pedagang dari Ciprus yang terdampar di Athena karena kapalnya karam. Lalu, sambil menunggu kepulangannya, tahu-tahu ia akhirnya ia hidup dan menetap di Athena. Saat ia sedang jalan-jalan ke sebuah toko buku yang ada di Athena, ia menemukan buku yang bicara soal kehidupan dan filosofinya. Ia pun tertarik. Lalu, bertanya kepada pemilik toko buku itu, dimana ia bisa belajar. Ditunjukkanlah saat itu ada Cretes, yang pas lewat. Maka, ia pun mulai belajar. Cretes, termasuk salah satu yang sangat mempengaruhi pemikirannya. Belakangan Zeno lalu mengembangkan teorinya sendiri dan mengajarnya di tempat yang agak unik yakni di teras-teras atau beranda di antara pilar-pilar bangunan besar di Athena. Makanya disebut sebagai Stoik atau Stoa yang artinya beranda. Akhirnya, dari pengajarannya Zeno, aliran inipun berkembang. Pengikut dan orang yang menyebarkan ajaran ini dari budak sampai kaisar. Epictetus, seorang budak yang kemudian bebas, lalu menulis Echiridion of Epictetus yang terinspirasi oleh Zeno. Begitu juga ada kaisar Marcus Aurelius yang menulis The Meditation, yang juga terinspirasi oleh Zeno.
Sebenarnya, Inti Filsafat Stoik itu Apa Sih?
Pada dasarnya, Filsafat Stoik adalah sebuah filsafat yang berbicara soal bagaimana menyelaraskan hidup kita dengan alam. Kalau dirangkum, ada beberapa inti penting dari Filsafat Stoik ini yakni:
1. Hiduplah selaras dengan alam ini. Hidup selaras alam ini pada dasarnya bermakna gunakanlah nalar kita lebih baik, daripada mahkluk lain. Responnya kita dipikirin dong, misalkan tiba-tiba ada yang nyalip jalan kita, maki-maki pun percuma, orang yang nyalip juga udah jauh. Atau, pas ada banjir, salahnya siapa? Kita juga terkoneksi dengan yang lainnya. Marcus Aurelius, menyebut kita semua di alam semesta ini kayak kaki dan tangan yang saling membutuhkan, dan janganlah saling merugikan!
2. Dikotomi kendali. Ada hal yang bisa kamu kendalikan, tapi ada juga yang diluar kendalimu. Fokuskanlah pada yang kamu kendalikan, belajar untuk tidak terlalu memusingkan hal yang ada diluar kendalimu.
3. Kendalikan cara kita melihat sesuatu, persepsi kita. Kejadian itu sifatnya netral. Yang bikin kita susah itu adalah cara kita memberikan makna. Misalkan sahabat baikmu ultah, kamu nggak diundang, tapi tiba-tiba dia ada masalah, justru kamu dikontak. Kalau kamu menggunakan persepsi “dasar teman yang cuma hubungi kalau susah” maka kamu jadi jengkel dan sebel. Tapi kalau kamu melihatnya, “kasihan, ternyata tidak ada teman-temannya yang dipercaya selain saya” maka kamu mungkin berusaha bersikap lebih baik untuk menolongnya. Persepsi menentukan sikap kita.
4. Antisipasi hal buruk, maka kamu akan lebih siap! Epictetus bilang, “kamu mau ke permandian, bayangkan kamu akan kena cipratan air, akan ada pencuri”. Makanya muncul istilah, premeditatio malorum. Bayangkan hal terburuk yang bisa terjadi, maka kamu akan lebih siap menghadapinya. Ini bukan berpikir negatif, tapi menyiapkan diri kalau ada skenario buruk yang tiba-tiba terjadi.
Namanya filsafat, apakah terlalu mengawang-ngawang nggak sih?
Filsafat Stoik, justru disukai karena tidak mengawang dan cukup praktis. Epictetus, sebagai salah satu filsuf Stoik adalah seorang mantan budak yang sangat “to the point”. Jika dibandingkan dengan aliran filsafat lainnya seperti idealisme, empirisme atau rasionalisme.
Faktanya juga, filosofi ini banyak dipakai dan menginspirasi orang-orang yang depresi atau berada dalam situasi sulit yang nggak bisa dikendalikan. Misalkan seperti kisah kita sebelumnya, kisahnya James Stockdale, seorang perwira tinggi AL yang pesawatnya tertembak jatuh dan harus mendekam di penjara di Vietnam selama 7 tahunan. Prinsip Stoik itulah yang menyelamatkan hidupnya. Ia bisa menjaga kewarasannya dengan berfokus pada apa yang bisa ia lakukan.
Juga sebenarnya ada tokoh lain seperti Victor Frankl, yang ditawan di Auschwitz selama beberapa tahun dalam penyiksaan yang luar biasa kejamnya. Dalam beberapa buku Stoik, kisahnya dibahas. Ia pun belajar fokus pada apa yang bisa ia kendalikan, hingga akhirnya ia diselamatkan. Selanjutnya, ia bahkan bisa mengembangkan logoterapi dalam dunia psikologi untuk memberikan harapan pada yang putus asa. Ini contoh orang yang bisa menerapkan prinsip-prinsip Stoik.
Ilustrasi yang banyak dipakai oleh Stoik adalah seperti seorang pemanah: “Kamu bisa lakukan apapun dengan panahmu, tapi pas anak panahnya udah meluncur dari tali busurnya, kamu nggak bisa ngapa-ngapain lagi”. Orang yang menghidupi Stoik, bisa berdamai dengan apa yang terjadi.
Lalu, Bagian Mananya Dari Filsafat Stoik itu Sebenarnya relevan dengan Prinsip EQ?
1. Kontrol emosi negatif. Bagaimana caranya? Lewat pikiran, atau lewat cara kamu memberikan persepsi. Kita dilatih untuk mengendalikan cara berpikir kita. Prinsip Stoik itu adalah, perasan-perasaan negatif yang kamu miliki adalah hasil dari pikiranmu. Misalkan: liburan, tapi kantor meminta kamu untuk masuk. Kalau pikirannya, “Kurang ajar, kenapa aku yang disuruh?”, “Kenapa sih nggak bisa libur kayak yang lain?” kamu akan makin menderita. Tapi, kalau pikiran kita adalah, “Ya udahlah daripada nggak ngapa-ngapain di rumah!” atau “Kan cuma sebentar aja karena hanya saya yang dipercaya”, mungkin kamu akan berkurang rasa jengkelnya.
2. Don’t waste your energy for something you can’t control. Perasaan bahagia atau tidak, banyak yang datang dari prinsip ini. Misal: seorang yang terbaring karena chemotherapy, bisa fokus pada apa yang dilakukan ataupun tidak bisa dilakukan. “Why me God?”. Percuma. Lebih baik fokus pada apa yang bisa dilakukan yakni selama masih sadar dan masih ada kehidupan, lakukan yang perlu. Daripada sibuk marah dan menyalahkan. Hargai kehidupan yang masih diberikan. Jangan habiskan energi buat hal yang percuma.
3. Bersosialisasilah dengan baik. Stoik, bicara bagaimana kita hidup bersosialisasi dan harus memberikan manfaat. EQ pun bicara soal bagaimana kita membangun relasi positif. Sebaik-baiknya manusia, adalah yang memberikan manfaat. Prinsip ini juga sejalan dengan Stoik dan EQ.
Apa Tipsnya Supaya Kita Bisa Mulai Praktekkan Stoik dalam hidup kita?
Saya punya tips yang saya singkat dengan kata STOIC. Apakah itu, sederhananya adalah:
1. S= Sense of Awareness. Lebih sadarlah di setiap situasi, apa yang kamu bisa kendalikan, mana yang nggak? Belajar untuk terbuka dan berdamailah dengan hal-hal yang tidak bisa kamu ubah, atau tidak bisa kamu kendali. Jangan menyalahkan keadaan atau orang.
2. T= Take control. Ambil kendali serta berfokuskan atas apa yang masih bisa kamu kendalikan. Jangan sepenuhnya pasrah, dan jangan sepenuhnya merasa tak berdaya.
3. O= Observe. Jadilah pengamat atas apa pikiranmu yang banyak kamu pakai terhadap situasi yang sedang kamu hadapi. Kalau ternyata persepsi itu tidak membantumu, kamu bisa mengubahnya kapan saja!
4. I= Imagine the worst. Bayangkanlah hal buruk yang akan terjadi, maka kamu akan lebih siap. Bagaimana kamu akan merespon terhadap situasi itu?
5. C= Comfort with what you have. Mana punyamu dan mana yang tidak bisa kamu miliki. Bahagialah dengan apa yang ada dan yang kamu miliki. Tidak perlu iri.
Kesimpulan penting?
Be a person with a great action!
“Jangan menyebut dirimu sendiri ‘seorang filsuf’ atau menggembar-gemborkan teori-teori yang kamu pelajari. Karena domba tidak memuntahkan lagi rumput yang telah dimakannya; tetapi domba mencerna rumput tersebut di dalam tubuhnya dan ia kemudian memproduksi susu dan bulu. Begitu juga janganlah kamu memamerkan apa yang sudah kamu pelajari, tapi tunjukkanlah tindakan nyata sesudah kamu mencernanya.”
(Epictetus di Echiridion)
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |