- info@hrexcelleny.com
- Jl. Tanah Abang V, no. 32, Jakarta Pusat 10160
Banyak orang yang menginginkan sukses, tanpa jerih payah. Banyak yang ingin sukses dalam waktu singkat, dan dengan mudah. Namun, buat saya, kesuksesan bisa kita ibaratkan seperti sebuah benih yang ditanam. Cobalah Anda bayangkan. Terkadang, kita hanya mampu memupuk, menyirami, menjaga tanahnya agar tetap gembur, dan memastikan agar benih itu tetap hidup. Kita harus terus optimis dan tidak berputus asa dalam usaha kita membesarkan benih tersebut. Proses pertumbuhan itu sendiri tidak bisa kita amati dengan kasat mata. Kita hanya terus berusaha! Berjuang, berdisplin dan mengorbankan diri demi keyakinan kita bahwa akhirnya hasil benih itu akan kelihatan!
Nah, mari kita lihat realitas di balik kisah sukses para tokoh dunia. Tak jarang, para sosok dunia itu membayar dengan pengorbanan, rasa sakit, dan disiplin untuk merebut mahkota kemasyurannya. Dulu, Kolonel Sanders baru sukses dengan Kentucky Fried Chicken-nya setelah memasuki usia pensiun. Sementara itu, Abraham Lincoln yang berjuang sejak usia 22 tahun, tetapi harus melalui serangkaian kegagalan yang beruntun, baru terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat pada usia 51 tahun. Begitu juga kisah Thomas Monaghan, yang dituliskannya dalam buku “Pizza Tiger”. Sebuah kisah perjuangan dan disiplin berbisnis yang sangat inspiratif. Dalam buku ini bahkan dikisahkan, dalam 20 tahun berbisnis, Thomas Monaghan bangkrut dua kali, dituntut menyalahi hak paten, hingga akhirnya setelah melalui jatuh bangun yang luar biasa, Tom Monaghan berhasil membangun Domino Pizza-nya!
Beberapa tokoh dunia dari tokoh bisnis sampai tokoh spiritual seperti Muhammad, Yesus Kristus, Budha mengajarkan pentingnya unsur disiplin. Mereka dengan gigih dan berjiwa besar memperjuangkan kehidupan yang lebih baik dengan pengorbanan luar biasa termasuk kematian. Tapi, akhirnya buah-buahnya bisa dipetik belakangan dan dengan begitu indahnya.
Disiplin berasal dari bahasa Latin discipulus, artinya murid. Murid diidentikan dengan semangat belajar. Semangat ini menggambarkan ketekunan, kedisiplinan, dan pengorbanan untuk belajar apa saja. Dengan kata lain, kata disiplin terkait dengan aktivitas mengekang diri sendiri, membayar harga sekarang demi menikmati jerih payah di masa mendatang. Horace Man, seorang pendidik luar biasa sepanjang masa pernah mengatakan, “Mereka yang tidak mau berkorban masa sekarang demi masa depan atau kebutuhan personalnya demi kepentingan yang lebih besar, tidak mungkin berbicara soal kebahagiaan. Sama seperti halnya tidak mungkin seorang yang buta bicara soal warna.”
Tak jarang, orang memahami disiplin dan pengorbanan sebagai sesuatu yang menyengsarakan. Orang seringkali berkomentar negatif tentang disiplin. Banyak yang berkomentar nyinyir, “Udah kuno bicara soal ini” atau “Disiplin dan kekakuan membunuh kreativitas.” Atau “Disiplin membuat kita terkekang dan tidak punya kebebasan. Membuat kita terpaksa.” Tetapi, saya termasuk orang yang dibesarkan dalam lingkungan disiplin itu. Saya mengamini sebaliknya. Disiplin adalah jalan kebebasan. Buah-buah kreativitas juga akan teraktualisasikan dengan disiplin.
Saya pernah berkunjung ke Tokyo dalam rangka memberikan seminar di sana. Oleh karena saya adalah seorang pecinta buku, sayapun berkunjung ke salah satu toko buku disana. Di sebuah toko buku besar, terpajang buku-buku dengan sampul indah. Tapi, saya stuck. Saya sama sekali tidak bisa membaca tulisan kanji Jepang tersebut. Padahal sampul dan isinya menarik. Masalahnya sederhana, saya tidak pernah mendisiplinkan diri untuk mempelajari bahasa Jepang. Jadi sekarang, saya pun tak punya kebebasan membaca tulisan kanji Jepang di buku tersebut. Jadi, Anda mengerti maksudnya bukan? Mari kita percaya, disiplin adalah gerbang utama menuju kebebasan dan kesuksesan.
Karena itu, setiap orang, sejak masa muda, harus melatih otot-otot mental ini. Otot-otot kedisplinan. Inilah yang saya bahas pula dalam buku saya, Becoming a Star Employee, bahwa disiplin adalah ongkos yang kita bayar untuk sukses. Soal inipun, ada inspirasi menarik dari Peter Senge dalam bukunya The Fifth Discipline atau Scott Peck dalam The Road Less Travelled. Mereka memasukkan faktor disiplin sebagai unsur pertama dan ‘jalan utama’ menuju sukses. Sayangnya, jalan pendisiplinan ini jarang dilalui karena membutuhkan keyakinan dan waktu untuk melakukannya. Sama seperti yang ditulis penyair Robert Frost (1874-1963) tentang dua jalan di tengah hutan. Satu jalan mulus dan rata karena sering dilalui banyak orang. Satu lagi jalan setapak yang penuh duri dan belukar tetapi mengantar orang pada tujuan. Akhirnya, ia memilih jalan setapak yang penuh belukar dan jarang dilalui orang. Tapi, perjuangan di jalan setapak itu mengantarnya pada kesuksesan dan kepenuhan hidup.
Itulah sebabnya, disiplin menjadi komoditas mental yang mahal dewasa ini. Tapi, tidak ada hal yang bisa diraih tanpa kerja keras. Kado kesuksesan dan kebebasan tidak mungkin diraih mereka yang malas-malasan. Toh, hidup adalah proses menjadi. Dan proses ini akan mengkristal seperti yang dimimpikan jika dijalani dengan tekun, disiplin, dan penuh pengorbanan.
Kisah penutup yang paling berkesan adalah fabel tentang belalang dan semut. Dikisahkan tentang belalang yang malas dan setiap hari, hanya bermalas-malasan, dan bermain gitar. Bahkan, menjelang musim dingin, si belalang tetap berleha-leha. Sementara si semut, mulai menimbun makanan. Ketika akhirnya tiba musim dingin, sementara si semut mulai menikmati musim dinginnya dengan makanan yang disimpannya. Tinggallah si belalang yang kesulitan makan. Akhirnya, belalang itu mati membeku.
Selamat belajar disiplin!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
Website | : | www.hrexcellency.com |